Museum Wayang Banyumas memiliki luas bangunan 250 m2 yang berdiri di atas tanah seluas 2000 m2 di kompleks pusat pemerintahan lama Kabupaten Banyumas.
Gedung museum sebelumnya merupakan paseban bagi tamu bupati ketika pusat pemerintahan pindah ke Purwokerto, dan baru kemudian diresmikan menjadi Museum Wayang Banyumas pada tanggal 31 Desember 1982.
Pada dinding depan bangunan menempel tengara Museum Wayang Banyumas, dengan sosok Bawor di sebelah kiri dan gunungan di sebelah kanan. Bawor adalah tokoh penting bagi masyarakat Banyumas, yang dipercaya merepresentasikan karakter umumnya orang-orang daerah Banyumas yang ceplas-ceplos, spontan, terbuka, jujur, sportif dan bertanggung jawab.
Halaman depan Museum Wayang Banyumas yang rapi dengan tengara nama, pohon cemara, dan ada sepasang singa di depan terasnya. Meskipun bangunannya tampak kecil dan biasa, namun koleksi museum ini lumayan banyak dan mewakili wayang penting yang ada di Indonesia.
Lukisan foto Pendopo Kabupaten Banyumas Si Panji berdasar dokuen Pangeran Banyumas bertahun 1925. Sebuah lambang yang menyerupai logo kerajaan Belanda tampak di bagian depan gedung.
Lukisan foto di Museum Wayang Banyumas yang menggambarkan Alun-alun Purwokerto dan Pendopo Si Panji ketika pertama kali dipindahkan di Purwokerto pada 1937. Keindahan suasana seperti ini tidak bisa lagi ditemukan jika Anda berkunjung ke Alun-alun Purwokerto. Jalan lebar di tengah dan beringin kembar itu sudah tidak ada lagi.
Alat musik tradisional Banyumas yang disebut Calung. Perangkat Calung mirip gamelan namun terbuat dari bambu wulung. Calung adalah kata jadian dari kata “carang pring wulung” (pucuk bambu wulung). Ada juga yang mengartikan “dicacah melung-melung” (dipukul suaranya nyaring). Calung terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendhang.
Paling kiri adalah Wayang Kulit Purwo Pakeliran Gagrag Yogyakarta, menampilkan Puntadewa dan Bratasena bertemu dengan Arjuna, dan si kembar Nakula – Sadewa. Di tengah adalah adegan pakeliran gaya Banyumasan ketika Prabu Salyo menerima Sengkuni, Baladewa dan Adipati Karna. Sedangkan paling kanan adalah Wayang Kancil yang diciptakan oleh Bo Liem dari Solo pada 1925, bercerita tentang binatang yang kebanyakan diambil dari serat kancil Kridomartono karangan Raden Panji Notoroto.
Di Museum Wayang Banyumas juga dipamerkan Wayang Krucil yang dibuat dari kayu pipih atau kulit. Cerita yang dibawakan biasanya kisah Damarwulan Minakjinggo, dilakonkan siang hari dengan mamakai gawang tanpa kelir. Wayang Krucil diciptakan pada tahun 1571 oleh Pangeran Pekik, Adipati Surabaya.
Wayang Suket koleksi Museum Wayang Banyumas dibuat dari rumput kasuran, sejenis ilalang yang dipetik pada bulan Sura di Kecamatan Rembang, Purbalingga. Tokohnya diambil dari kisah Ramayana dan Mahabharata. Meski sudah ada sejak abad XV, namun wayang ini terkenal kembali setelah dipopulerkan oleh mendiang Ki Slamet Gundono.
Ada juga Wayang Kulit Gagrag Cirebon dengan jejeran Semar, Gareng dan Petruk di satu sisi, dan Abimanyu serta Bagong di sisi lainnya. Wayang kulit Cirebon berkembang seiring dengan masuknya Islam ke Cirebon. Adalah Sunan Kalijaga yang disebut memainkan wayang kulit pertama kalinya di Cirebon, diringi gamelan sekaten.
Tokoh punakawan dibuat berjumlah sembilan, melambangkan para Wali Songo, yaitu Semar, Dawala, Bagong, Bagal Buntung, Gareng, Cungkring, Curis, Bitarota, dan Ceblok. Empat nama yang disebut terakhir masih terdengar asing di telinga, demikian pula nama Bagal Buntung. Salah satu diantaranya mungkin sama dengan tokoh Limbuk atau Cangik.
Gunungan indah dengan aksara Jawa, diapit Petruk, Gareng, Kyai Semar, dan Bawor. Ada perbedaan antara Bawor dan Bagong. Bagong adalah anak terakhir Semar, sedangkan Bawor adalah anak tertua Semar yang tercipta dari bayangannya, sehingga mirip secara fisik. Perutnya gendut, hidung pesek, dan bokong besar.
Peralatan tatah untuk membuat wayang kulit bisa pula ditemukan di Museum Wayang Banyumas. Di sebelahnya ada Wayang Potehi yang biasa ditampilkan dengan membawakan kisah Sam Pek Eng Tay, Si Jin Kui, dan Sun Go Kong, diiringi alat musik gubar-gubar, biola, dan tiktok. Panggungnya rumah kecil bertirai buka tutup. Wayang ini pernah saya lihat di Kelenteng Hong Tiek Hian.
Koleksi gamelan lengkap dengan kelir dan jejeran gunungan, Semar, Petruk dan Bawor juga ada. Ada cukup banyak wayang Bawor di Museum Wayang Banyumas, karena ia adalah lambang karakter orang Banyumas. Pagelaran wayang dilihat dari belakang kelir, oleh karenanya disebut wayang, bayangan. Wayang juga pion yang dimainkan sekehendak dalang, meski kebanyakan lakon mengikuti pakem, cerita baku.
Yang tidak pakem misalnya adalah Wayang Suluh yang menjadi koleksi Museum Wayang Banyumas. Sesuai namanya wayang ini dimaksudkan untuk memberi penyuluhan, penerangan, membangkitkan semangat perjuangan pada awal revolusi kemerdekaan RI. Wayang Suluh dibuat pada 1947 oleh Jawatan Penerangan RI, dikembangkan dari Wayang Wahana yang diciptakan tahun 1920 oleh RM Soetarto Hardjowahono dari Solo.
Wayang Golek Menak, atau Wayang Thengul yang dibuat dari kayu. Cerita yang dibawakan biasanya diambil dari kitab Menak yang berisi perjuangan penyebaran Islam semasa Nabi, dan kisah seputar kerajaan di Timur Tengah.
Meskipun demikian pakaian Wayang Golek Menak menyerupai wayang kulit purwa, dengan kuluk, sumping, jamang, dll. Nama tokoh-tokohnya pun ada yang berbau lokal, diantaranya Jayengrana (Wong Agung Menak), Amir Hamzah, Prabu Nursiwan, Umar Maya, Ratna Muningar. Adalah Ki Trunadipura, dalang pada masa Mangkunegara VII (1916 – 1944) yang berasal dari Baturetna, Wonogiri, Solo, yang pertama kali membuat Wayang Golek Menak ini.
Di sebuah sudut koleksi batu-batu peninggalan dari jaman megalitikum dan jaman Hindu. Pada dindingnya terdapat lukisan foto bangunan lama di Kota Banyumas yang kebanyakan dibuat pada jaman kolonial.
Koleksi lukisan foto Gedung Perpoestakaan Rakyat Banyumas yang diambil pada tahun 1925. Bangunan ini dibuat dengan arsitektur kombinasi Jawa dan Eropa, dengan atap Joglo dan pilar-pilar pada terasnya.
Gedung Kantor Pos Banyumas juga bertahun 1925. Pada halaman terdapat papan tengara yang berbunyi "Kantor Pos Banjoemas 53192". Gedung ini menggunakan model arsitektur Eropa dengan menara pendek pada pintu masuknya, dan bersayap tunggal di sisi kanannya.
Gedung Penjara Belanda yang berada di sebelah Timur Alun-Alun Banyumas, dengan bendera Belanda berkibar di halaman depannya. Gedung penjara ini sampai sekarang masih ada. Di sisi kanan bawah lukisan ada tanda tangan pelukisnya yang bernama Sungging S.
Sekolah jaman Belanda (Do Scool)yang sekarang digunakan sebagai gedung SMK Negeri 3 Banyumas. Gedung ini dibuat simetris sempurna dengan undakan untuk masuk ke terasnya yang kecil mirip pos jaga. Pelukisnya juga Sungging S.
Sebuah lukisan foto yang menggambarkan situasi pada jaman kolonial pada jalan di tengah Alun-alun yang menuju ke Pendopo Kabupaten Banyumas Si Panji. Pelukisanya juga Sungging S.
Lukisan foto Gedung Karesidenan Banyumas yang dibangun pada 1843. Tahun dibangunnya Gedung Karesidenan Banyumas ditemui dalam Babad Banyumas yang ditulis pada 25 OKtober 1898 oleh RA Wiriatmadja.
Koleksi arca nandi tanpa kepala, dan lumpang batu peninggalan dari jaman kebudayaan Hindu juga bisa ditemui di Museum Wayang Banyumas.
Koleksi benda etnografi Museum Wayang Banyumas, diantaranya adalah kolekis asal Pekunden Banyumas berupa pentungan kayu asam, pedang, pedang kayu asam, mata tombak, dan wajan. Juga ada keris jenis Ladrangan dan Gayaman asal Banyumas, keramik dari Dinasti Ming, dan berbagai jenis mata uang.
Melihat pagelaran wayang dari belakang kelir, dan oleh karena itu disebut wayang, bayangan. Wayang adalah juga pion yang dimainkan sekehendak dalangnya, meskipun sebagian besar lakon mengikuti pakem, standar cerita yang diterima secara umum.
Poster yang memperlihatkan jenis-jenis wayang dilihat dari bahan pembuatnya, nama wayang, tahun kemunculannya, serta cerita yang biasa dimainkan. Untuk wayang kulit setidaknya dikenal ada 16 jenis wayang dari berbagai daerah, dengan Wayang Kulit Purwo dengan tahun kemunculan tertua yaitu pada 872 atau 903. Yang termuda adalah Wayang Sejati yang muncul pada sekitar tahun 1972.
Poster tegak yang menjelaskan tentang Bawor dan kaitannya dengan masyarakat Banyumas.
Bawor ada dalam pewayangan gaya Banyumasan menggantikan peran Bagong dalam wayang gaya Surakarta. Namun jika Bagong adalah anak terkahir, maka Bawor adalah anak tertua Semar yang tercipta dari bayangannya, sehingga mirip secara fisik. Perutnya gendut, hidung pesek, dan bokong besar. Senjata Bawor adalah Kudi, khas Banyumas.
Inilah sosok Bawor yang wujudnya hampir menyerupai Semar karena tercipta dari bayangannya. Dalam versi Banyumasan, urutan para punakawan adalah Semar Semorodewo, Bawor Carub, Gareng Nolo dan Petruk Kanthong, yang berbeda dengan urutan versi lainnya yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Museum Wayang Banyumas dilihat dari luar pagar, dari samping sebuah pohon besar yang rindang. Sepasang singa berwarna keemasan tampak diletakkan di teras dan ada patung Bawor di halaman museum.
Lembar buku pada halaman 145-146 yang menceritakan kisah berdirinya Kabupaten Banyumas pada masa Adipati Wargoutomo II atau Adipati Mrapat yang memiliki nama muda R Joko Kaiman. Lembar ini hanya bisa saya foto karena hanya tersisa satu buku. Nama-nama Bupati pertama Banyumas hingga bupati yang ke-XI juga ada pada lembar ini.
Ada pula tulisan tangan yang berisi nama-nama Bupati Banyumas hingga bupati yang ke-15, yaitu R. Adipati Tjakra Negara I yang memerintah pada 1832 - 1934. Sebelumnya adalah Bupati R. Tumenggung Martadireja II yang memerintah 1831-1834.
Pada halaman 153-154 buku Babad Banyumas disebutkan tentang latar belakang sejarah Kota Administratif Purwokerto yang sebelumnya pernah menjadi sebuah kabupaten yang berdiri sendiri.
Setelah Perang Diponegoro berakhir, daerah Banyumas dan Kedu berpindah tangan ke Belanda, dan pada 18 Desember 1831 dibentuk Karesidenan Banyumas yang terdiri dari lima kabupaten, yaitu Banyumas, Ajibarang, Purbalingga, Banjarnegara, dan Majenang.
Purwokerto menjadi distrik Kabupaten Ajibarang bersama dengan Ajibaran dan Jambu (sekarang Jatilawang).
Karena angin topan yang melanda Ajibaran selama 40 hari, maka ibukota Kabupaten Ajibarang dipindahkan ke Desa Paguwon, Distrik Purwokerto, pada 6 Oktober 1832. Dalam perkembangannya, Purwokerto kemudian menjadi ibukota Karesidenan Banyumas sebelum akhirnya menjadi kota otonom.
Filosofi yang terkandung pada sosok punakawan, setidaknya menurut yang membuat tulisan itu. Semar: selalu mencari kebaikan supaya tumbuh dan berkembang rasa berbudaya lahir dan batin itu harus menghindari yang salah dan kejelekan, hiasilah dan selalu merias supaya dunia menjadi indah.
Bawor: janganlah bercarut marut / campur bawur dalam menjalani hidup apakah bosan mencari kebaikan, sebaiknya selalu berbuat kebaikan sehingga selalu mendapat rahmat.
Petruk : memadai ucapannya para penjaga yang tahu dunia maya dan selalu tersenyum dan menambah kebaikannya bicara / berbicara sehingga asah, asih, asuh terhadap sesama.
Gareng : Perencanaan yang dibuat oleh manusia sebaiknya jangan sekali-kali pincang, maksudnya harus bersatu atau bersama-sama dan melenceng apa yang didapat dari Sang Pencipta sebab manusia tidak terhingga.
Tulisan tentang Kidang Kencana, yang menurut catatan dibuat oleh Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir), Sultan Pajang, pada tahun 1556, berukuran fisik 60-70% dari ukuran wayang kulit purwa pada umumnya.
Wayang Gagrag Banyumas Kuno yang menampilkan adegan ketika Pendeta Durna dihadap oleh Bima, Setiyaki yang berwajah merah, serta Petruk.
Simpingan pakeliran Banyumasan yang menampilkan adegan Pandawa Lima, yaitu Bima atau Wrekudara dan Harjuna yang menghadap ke sulung Puntadewa, dan si kembar bontot Nakula dan Sadewa.
Sejumlah senjata tajam tradisional Jawa berupa bilah keris dan wrangkanya, serta senjata khas Bawor dan orang Banyumas berupa Kudi, yaitu Bendo yang gendut membuncit di bagian depannya.
Landean tombak dan beberapa bilah keris yang tersimpan di dalam wrangka dengan motif yang berbeda-beda.
Adegan pakeliran Banyumasan yang menampilkan Adipati Karno, Baladewa, Durna dan Sengkuni saat menghadap Prabu Salyo. raja Kerajaan Mandaraka.
Wayang Kancil ini termasuk wayang modern yang terbuat dari kulit dan diciptakan oleh Bo Liem dari Surakarta pada tahun 1925. Wayang ini bercerita tentang binatang yang kebanyakan diambil dari serat kancil Kridomartono karangan Raden Panji Notoroto dan fungsi utamanya sebagai hiburan buat anak-anak.
Lukisan Bawor dengan kata-kata penjelasan dalam aksara Jawa.
Lukisan yang menggambarkan sosok Semar dengan keterangan dalam aksara Jawa di bawahnya.
Gareng, dengan mata juling dan kaki pincang, namun memiliki kebijaksanaan dan kesaktian yang tak bisa diremehkan.
Petruk, punakawan dengan ciri khas badan yang tinggi serta hidung yang panjang.
Gunungan, yang dijadikan sebagai tanda beralihnya segmen cerita dalam pertunjukan wayang kulit.
Decyca (R.I.P), Lita, dan Rika saat diambil fotonya di depan Museum Wayang Banyumas.
Masih banyak koleksi menarik lainnya yang bisa dilihat di Museum Wayang Banyumas, meski belum sebanyak yang ada di Museum Wayang Jakarta. Selain itu, saya juga melihat sebuah buku Babad Banyumas dalam Bahasa Indonesia. Namun sayang saat itu bukunya hanya tersisa satu buah, dan tak ada mesin foto copy, sehingga saya hanya bisa mengambil foto isi bukunya untuk dokumentasi.
Museum Wayang Banyumas
Jalan Gatot Subroto No.1, Banyumas. Lokasi GPS : -7.51491, 109.29403, Waze. Jam buka : Senin s/d Kamis 07.15 – 14.15, Jum’at 07.15 – 11.15, Sabtu 07.15 – 12.45. Harga tiket masuk, November 2022 : Rp1.000 untuk umum. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Diubah: Desember 19, 2024.Label: Banyumas, Jawa Tengah, Museum, Wayang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.