Melewati RS Panti Waluyo lanjut Jl Ki Mangun Sarkoro, belok kiri ke Jl Raya Solo - Purwodadi. Di perempatan Kalijambe belok kanan ke Jl Sangiran, dan 3,6 km kemudian belok kanan lagi di perempatan. Setelah 350 m sampailah kami di gerbang Museum Purbakala Sangiran Sragen. Ternyata museum tutup. Hari itu Senin, hari perawatan dan pembersihan museum. Masuk akal, karena jumlah pengunjung biasanya sedikit. Yang tak masuk akal adalah jika museum tutup di hari libur nasional.
Untuk Museum Purbakala Sangiran yang pengunjungnya bisa datang dari penjuru dunia mana saja, mestinya buka 7 hari seminggu, tanpa libur. Perawatan dan pembersihan bisa dilakukan sesaat setelah museum tutup, blok per blok selama 1-2 jam, yang bisa selesai dalam waktu 2-3 hari, sehingga tak ada pengunjung yang dikecewakan.
Lantaran sudah jauh-jauh datang, saya meminta ijin kepada petugas keamanan di gerbang untuk masuk ke halaman museum dan mengambil foto bagian luar museum saja. Lumayan daripada pulang dengan tangan hampa. Petugas yang baik hati itu memberi ijin, dan saya pun berjalan kaki melewati pohon beringin rindang masuk ke halaman museum yang luas....
Di halaman Museum Purbakala Sangiran terdapat sebuah patung berukuran besar dicat warna hitam, menggambarkan Manusia Jawa yang ditemukan di Sangiran dengan tulisan "Situs Manusia Purba Sangiran, the home land of Java Man". Bangunan museum berada di ketinggian di sebelah kanan, dicapai dengan mendaki sejumlah trap undakan.
Di sebelah kiri belakang patung ada lagi patung Manusia Purba Sangiran bertelanjang bulat. Ada pula poster besar berlambang UNESCO dan World Heritage, bertulis Museum Purbakala Sangiran, dengan lukisan manusia purba berewokan tengah tersenyum, dan denah empat lokasi yang telah dan sedang dibangun, yaitu Sangiran, Ngebung, Bukuran, dan Dayu.
Setelah melewati warung di ujung halaman parkir, saya mendaki undakan di sisi kanan area dan melihat tengara "Sangiran, Early Man Site, World Heritage List No: C. 593" dengan lambang UNESCO, World Heritage. Di sebelah kiri terdapat kandang monyet, bersebelahan dengan merak, dan agak ke atas ada bekisar. Menyusuri kandang menuju ke atas tanpa diduga saya telah berada di depan pintu masuk Museum Purbakala Sangiran!
Pembersihan museum tengah dilakukan, diawasi petugas museum senior. Tanpa sungkan saya meminta ijin masuk, dan beruntung petugas itu mengijinkan. Senangnya ... Ketibaan tepat waktu, karena mereka baru saja memulai pembersihan. Jika datang beberapa menit lebih cepat, atau beberapa menit lebih lambat, saya tak akan seberuntung ini.
Tengkorak Homo erectus di Museum Purbakala Sangiran Sragen, manusia penjelajah pertama di dunia. Mereka menyebar dari Afrika ke berbagai belahan bumi, termasuk Asia Tenggara, yang diduga terjadi pada awal jaman Pleistosen, sekitar 2 juta tahun lalu. Pada 1891 Eugene Dubois menemukan fosil tempurung kepala dan tulang paha di Trinil, dan menyebutnya Pithecanthropus erectus.
Pithecanthropus adalah label yang dibuat Ernst Haeckel. Ia membuat postulat bahwa bukti evolusi manusia akan ditemukan di Hindia Belanda dan dinamai P. alalus. Pithecanthropus erectus lalu direklasifikasi menjadi Homo erectus. Tulang Homo erectus ditemukan di Danau Turkana dan Olduvai Gorge di Afrika, Georgia di Eropa, dan Shaanxi di Tiongkok.
Di Indonesia tengkorak dan tulang Homo erectus ditemukan di Sangiran, Trinil, Sambungmacan, dan Ngandong yang semuanya berada di tepian Bengawan Solo. Sebaris dengan tengkorak Homo erectus adalah tengkorak kepala Homo sapiens (manusia sekarang ini) yang sejak 100.000 tahun silam berkembang pesat dan menciptakan peradaban dan teknologi tinggi.
Ada pula Cro-Magnon, seniman ulung pertama yang meninggalkan lukisan gua, pahatan, dan patung ukir; Australopithecus boises dan A. robustus, dua jenis Australopithecus bertipe kekar; Australopithecus africanus, spesies pertama yang melakukan perburuan binatang besar; dan Ramapithecus, primata paling purba dengan tinggi tak lebih dari 1 meter.
Rangka Kuda Sungai Purba (Hippopotamus sp.) yang ada di museum merupakan cetakan dari fosil yang ditemukan pada formasi Pucangan berusia 1,2 juta tahun di Bukuran (Sangiran), hasil penelitian gabungan antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Jakarta) dengan Museum National d'Histoire Naturelle (Paris). Rekonstruksi rangka Hippopotamus itu adalah sumbangan dari Pemerintah Perancis kepada Museum Manusia Purba Sangiran Sragen.
Di bagian lain saya melihat poster yang memuat riwayat tiga tokoh dalam dunia teori permanusiaan. Ernst Haeckel (1834 – 1919) filsuf dan ahli Biologi Jerman yang ceramahnya mengilhami Eugene Dubois untuk datang ke Hindia Belanda dan menemukan Homo erectus. Gregor J. Mendel (1822-1884), Pastor dan ahli Biologi di Brno (Ceko) yang membuat Teori Keturunan (Hukum Mendel).
Lalu Charles Darwin (1809-1882) ahli Biologi Inggris yang melakukan perjalanan penelitian dengan kapal HMS Beagel (miniaturnya dipajang di Museum Purbakala Sangiran) pada 1831-1835, diantaranya ke Pulau Galapagos. Darwin kemudian menerbitkan buku The Origin of Species by Means of Natural Selection pada 1859 yang melahirkan Teori Evolusi.
Koleksi mengesankan lainnya berupa fosil tulang paha kanan gajah purba (Femur dextra Elephantidae), rahang atas gajah purba (Stegodon sp) yang hidup sekitar 500.000 tahun lalu, fosil tulang, dan dua buah fosil gading dari jaman yang sama. Di Museum Purbakala Sangiran Sragen ini ada pula poster besar berisi rentang waktu penemuan fosil dari tahun 1786 (fosil Mosasaurus), hingga tahun 1993 (Ardipithecus ramidus).
Dari lima terawal temuan fosil, dua diantaranya ada di Indonesia, yaitu Fosil Manusia Wajak yang ditemukan pada 1888 di Tulungagung, dan fosil Homo erectus yang ditemukan di Trinil pada 1891-1892. Ada lagi poster di Museum Purbakala Sangiran yang menyebutkan evolusi Homo erectus ke Homo sapiens berlangsung sekitar 300.000 tahun yang lalu.
Di Museum Purbakala Sangiran Sragen juga ada lukisan menggambarkan kehidupan Homo erectus di Sangiran pada masa keemasannya, yaitu sekitar 500.000 tahun yang lalu. Mereka hidup diantara dua gunung berapi dengan aliran sungai dan danau di sekitarnya serta beragam fauna yang sangat kaya. Kegiatan sehari-hari mereka adalah membuat alat batu, berburu, dan meramu.
Karenanya Homo erectus biasa disebut sebagai Homo sapiens purba. Volume otak Homo sapiens jauh lebih besar, dengan tengkorak membulat dan dinding tipis, tulang wajah halus tak bersegi-segi, serta tulang-tulangnya juga lembut, tipis, dan ringan. Yang tak kalah menarik adalah hasil penelitian genetika, terutama mengenai Mitochondrial DNA.
Penelitian genetika itu memperlihatkan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini berasal dari seorang wanita yang pernah hidup sekitar 200.000 tahun yang lalu di Afrika Timur. Setelah dari museum saya sempat ke bagian belakang dimana terdapat gudang penyimpanan sementara berisi ratusan fosil, baik yang sudah diidentifikasi maupun yang belum. Luar biasa!
Koleksi terbaru Museum Purbakala Sangiran Sragen adalah tulang palung Gajah (pelvis Elephantidae) berasal dari 200.000 - 700.000 tahun lalu yang ditemukan Harsono pada 17 Maret 2014 di Selatan Toho, dan tulang kering Gajah (tibia Elephantidae) yang ditemukan Siswanto pada 20 Januari 2014 di Grogolan Manyarjero, juga dari lapisan Kabuh. Museum ini mengingatkan saya pada Museum Geologi Bandung, dan dalam ukuran lebih kecil Museum Purbakala Patiayam.
Museum Purbakala Sangiran Sragen
Alamat : Jl. Sangiran KM. 4, Krikilan, Kalijamber 57275, Sragen, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.4557279, 110.8349678, Waze. Jam buka : Selasa s/d Minggu 08.00 – 16.30, Senin libur. Harga tiket masuk : Rp 5.000, wisman Rp 7.500, sepeda motor Rp.1500. Rujukan : Peta Wisata Sragen, Tempat Wisata di Sragen, Hotel di Solo.Fosil tulang paha kanan gajah purba (Femur dextra Elephantidae), rahang atas gajah purba (Stegodon sp) yang hidup sekitar 500.000 tahun lalu, fosil tulang, dan dua buah fosil gading dari jaman yang sama. Di Museum Purbakala Sangiran Sragen ini ada pula poster besar berisi rentang waktu penemuan fosil dari tahun 1786 (fosil Mosasaurus), hingga tahun 1993 (Ardipithecus ramidus).
Tourist Information Centre yang lokasinya berada persis setelah gerbang masuk Museum Manusia Purba Sangiran. Karena kebaikan petugas yang mengijinkan saya masuk memotret bagian luar museum, membuat saya akhirnya beruntung bisa masuk ke dalam ruangan saat museum tengah dibersihkan.
Dari pintu gerbang saya berjalan kaki menuruni jalan melewati pohon beringin rindang ke halaman museum yang luas di ujung sana. Pak Jum kemudian menyusul membawa kendaraan ke area parkir.
Gedung di sebelah kanan atas area parkir dengan tulisan pada temboknya berbunyi "Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Nalai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran". Saya tidak naik ke gedung ini namun berjalan ke ujung area parkir dan naik ke atas dari sana.
Di sebelah kiri patung, agak ke ujung, ada lagi patung Manusia Purba Sangiran bertelanjang bulat dalam wujud yang utuh, dengan sebuah poster besar di sebelah kirinya berlambang UNESCO dan World Heritage, bertuliskan Museum Manusia Purba Sangiran, dengan lukisan manusia purba berewokan tengah tersenyum, dan denah empat lokasi yang telah dan sedang dibangun, yaitu Sangiran, Ngebung, Bukuran, dan Dayu.
Deretan warung-warung makan di ujung kanan area parkir yang semuanya tutup pada hari itu, dengan sebuah pohon beringin berdaun cukup lebat di pojoknya. Halaman parkir Museum Manusia Purba Sanginran ini memang terlihat cukup teduh dengan adanya pepohonan yang mulai tumbuh besar.
Setelah melihat kedua patung, melewati warung-warung yang tutup di ujung halaman, saya pun mendaki undakan di sisi kanan dan melihat ada tengara berwarna keemasan di bawah pohon beringin besar berbunyi “Sangiran, Early Man Site, World Heritage List No: C. 593? dengan lambang UNESCO, World Heritage, dan ornamen bunga serta suluran di keempat sudutnya. Warung yang tutup di sebelah sana tampaknya menjual cinderamata.
Salah satu monyet yang berada di dalam kandang cukup besar di sebelah kiri atas halaman parkir. Menuruti kaki, saya menyusuri kandang menuju ke atas, dan tanpa disengaja-duga saya sudah berada di depan pintu masuk Museum Manusia Purba Sangiran.
Pada sebuah sudut terdapat poster besar yang memuat riwayat serta teori tiga tokoh dalam dunia teori permanusiaan. Yang pertama adalah Ernst Haeckel (1834 – 1919) filsuf dan ahli Biologi berkebangsaan Jerman yang di salah satu ceramahnya mengilhami Eugene Dubois untuk datang ke Hindia Belanda dan menemukan Homo erectus. Kedua adalah Gregor J. Mendel (a822-1884), Pastor dan ahli Biologi di Brno (sekarang Ceko) yang melakukan eksperimen penyilangan dengan kacang polong dan lalu memnuat Teori Keturunan (Hukum Mendel).\n\nKetiga adalah Charles Darwin (1809-1882) ahli Biologi Inggris yang melakukan perjalanan dengan kapal HMS Beagel (miniaturnya dipajang di Museum Manusia Purba Sangiran) pada 1831-1835 ke berbagai tempat di dunia, diantaranya ke Galapagos. Darwin kemudian menerbitkan buku The Origin of Species by Means of Natural Selection pada 1859 yang melahirkan Teori Evolusi.
Temuan terbaru di Museum Manusia Purba Sangiran yaitu tulang palung Gajah (pelvis Elephantidae) yang ditemukan Harsono pada 17 Maret 2014 di Selatan Toho berasal dari 200.000 – 700.000 tahun yang lalu, serta tulang kering Gajah (tibia Elephantidae) yang ditemukan Siswanto pada 20 Januari 2014 di Grogolan Manyarjero, juga dari lapisan Kabuh 200.000 – 700.000 tahun lalu.
Sebuah poster yang menggambarkan evolusi manusia dari mulai Ramapithecus, primata paling purba dengan tinggi tak lebih dari 1 meter, sampai ke Homo sapiens, dengan tengkorak kepala mereka berada masing-masing berderet di bawah gambarnya.
Australopithecus africanus, spesies pertama yang melakukan perburuan binatang besar untuk dimakan dagingnya, selain memakan tumbuhan dan buah-buahan. Mereka hidup sekitar 2-3 juta tahun yang lalu di jaman Pliosen, dan ditemukan di empat situs di Afrika Selatan, yaitu Taung (1924), Sterkfontein (1935), Makapansgat (1948) dan Gladysvale (1992).
Australopithecus boisei atau Paranthropus boisei dan Australopithecus robustus merupakan hominim awal yang digambarkan sebagai genus Paranthropus terbesar dan terkekar, hidup sekitar 2.3 sampai 1.2 juta tahun yang lalu pada jaman Pleistosen di Afrika Timur.
Tengkorak Cro-Magnon, seniman ulung pertama yang meninggalkan lukisan gua, pahatan, dan patung ukir.
Homo sapiens (manusia sekarang ini) sejak 100.000 tahun silam berkembang pesat dan menciptakan peradaban dan teknologi tinggi. Hasil penelitian genetika, terutama Mitochondrial DNA, yang memperlihatkan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini berasal dari seorang wanita yang pernah hidup sekitar 200.000 tahun yang lalu di Afrika Timur.
Sebuah poster yang menceritakan bahwa sejak 1,5 juta tahun lalu telah terjadi tiga tingkatan evolusi Homo erectus di Jawa. Sangiran memberi bukti dua tahap evolusi tertua, yaitu Homo erectus arkaik dan Homo erectus tipik. Homo erectus progersif yang lebih muda ditemukan di Ngandong-Blora, Sambungmacan-Sragen, dan Selopuro-Ngawi.
Sebuah lukisan poster yang memperlihatkan tiga jenis Gajah Sangiran yang hidup antara 1 juta - 200.000 tahun yang lalu, yaitu Mastodon, Stegodon, dan Elephas, yang dibedakan dari jenis gigi dan bentuk gadingnya. Mastodon merupakan yang paling primitif dengan gigi geraham berjenis bunodont (bundar). Stegodon gadingnya membulat dan agak melengkung, giginya berjenis brachyodont yang menyerupai gigi manusia. Elephas adalah yang paling modern dengan gading lurus, dan giginya berjenis hypsodont.
Sebuah lukisan yang menggambarkan kehidupan Homo erectus di Sangiran pada masa keemasannya, yaitu sekitar 500.000 tahun yang lalu. Mereka hidup diantara dua gunung berapi dengan aliran sungai dan danau di sekitarnya serta beragam fauna yang sangat kaya. Kegiatan sehari-hari mereka adalah membuat alat batu, berburu, dan meramu.
Rangka Kuda Sungai Purba (Hippopotamus sp.) pada foto merupakan cetakan dari fosil yang ditemukan pada formasi Pucangan berusia 1,2 juta tahun di Bukuran (Sangiran), hasil penelitian gabungan antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Jakarta) dengan Museum National d'Histoire Naturelle (Paris). Rekonstruksi rangka Hippopotamus itu adalah sumbangan dari Pemerintah Perancis kepada Museum Manusia Purba Sangiran.
Homo erectus Arkaik merupakan jenis yang tertua, ditemukan pada lapisan lempeng hitam Formasi Pucangan dan Grenzbank di Sangiran, serta pasir vulkanik di Utara Perning (Mojokerto). Jenis ini menunjukkan tipe yang paling arkaik dan kekar dengan volume otak sekitar 870 cc. Berikutnya adalah Homo erectus Tipik yang merupakan Homo erectus terbanyak di Indonesia, sebagian besar ditemukan di Sangiran, dan sisanya ditemukan di Trinil - Ngawi, Kedungbrubus - Madiun, Patiayam - Kudus, dan sejak 2011 ditemukan di Semedo - Tegal. Kapasitas otaknya sekitar 1.000 cc.
Tengkorak Homo erectus Progresif yang ditemukan pada endapan vulkanik di daerah Sambungmacan, Kabupaten Sragen.
Tengkorak Homo erectus Progresif dari Ngandong. Homo erectus Progresif adalah jenis Homoe erectus paling maju yang sebagian besar ditemukan pada endapan alucial di Ngandong (Blora), Selopuro (Ngawi) dan pada endapan vulkanik di Sambungmacan (Sragen).
Sebuah poster yang menjelaskan teori tentang teknik pemangkasan dalam pembuatan alat batu oleh manusia purba, yaitu dengan teknik pemangkasang langsung dan tidak langsung.
Koleksi Museum Manusia Purba Sangiran berupa spesimen Alat Bantu Masif berukuran besar dan tebal, serta Alat Batu Non-Masif yang berukuran tipis.
Fosil Kerbau Purba (Bubalus paleokarabua) dengan tanduk panjang dan mengarah ke belakang. Bersama Banteng Purba (Bibas paleosandaicus) dan Rusa Purba (Cervus hippelaphus), hewan-hewan ini hidup di Sangiran sekitar 700.000 - 300.000 tahun yang lalu ketika Sangiran masih berupa padang rumput luas.
Poster berisi lukisan dan keterangan tentang Jaman Jurasik pada 208 - 145 juta tahun lalu, yaitu ketika Dinosaurus menguasai daratan, dan benua besar Gondwana mulai terbelah, Laut Atlantik Utara dan Laut Atlantik Selatan muncul. Kepiting laut dan Lobster berevolusi, burung primitif pertama muncul, dan terumbu karang muncul di laut dangkal. Di sebelahnya adalah poster yang menggambarkan Jaman Kapur (145 - 65 juta tahun lalu).
Serangkain lukisan pada poster dan keterangan yang memberi penjelasan secara runtut dari peristiwa geologi dari jaman ke jaman serta tumbuhan dan binatang yang hidup pada jaman itu. Pada jaman Devonian misalnya (410 - 365 juta tahun yang lalu), luas daratan bertambah, diikuti pembentukan gunung, batu sabak dan batu pasir. Ikan berkembang pesat di laut, air tawar, dan beberapa daratan.
Poster yang berisi lukisan dan penjelasan mengenai Jaman Paleogen (65 - 55 juta tahun lalu) yang terbagi menjadi Kala Paleosen dan Kala Eosen, serta Jaman Neogen (55 - 38 juta tahun lalu) yang terbagi menjadi Kala Oligosen, Kala Miosen, Kala Pliosen, dan Kala Pletosen. Pada Kala Pletosen inilah banyak terjadi perubahan iklim yang mengakibatkan lempengan es di kutub meluas, permukaan air turun, dan pada saat yang sama terjadi pengangkatan daratan yang diantaranya membentuk Kepulauan Indonesia.
Di sebelah kiri adalah poster yang berisi riwayat para pendukung Teori Evolusi, yaitu Thomas Huxley (1825 - 1895), Erns Haeckle (1834 - 1919), dan Gregor Mendel (1822 - 1844). Sedangkan di sebelah kanan tentang Teori Evolusi yang menjelaskan bagaiman dan mengapa mahluk berubah dari generasi ke generasi, dengan tiga faktor penting, yaitu Seleksi Alam, Variasi, dan Adaptasi.
Poster berisi foto dan tulisan tentang dua tokoh Teori Evolusi, yang meskipun sudah digagas oleh para ilmuwan sejak jaman Yunani, namun baru dikaji secara lebih dalam sejak awal abad ke-18. Alfred R. Wallace (1823 - 1913) dianggap sebagai pencetus Teori Evolusi bersama Charles Darwin, dimana penelitian yang ia lakukan di Kepulauan Indonesia menghasilkan kesimpulan tentang adanya seleksi alam. Darwin, selain menulis "The Origins of Species by Means of Natural Selections" pada 1859, juga menulis tentang evolusi manusia pada bukunya "The Sescent of Man" yang terbit tahun 1871.
Poster besar yang berisi rentang waktu penemuan fosil dari tahun 1786 saat ditemukannya fosil Mosasaurus, hingga tahun 1993 saat ditemukannya fosil Ardipithecus ramidus. Dari lima terawal temuan fosil, dua diantaranya ada di Indonesia, yaitu Fosil Manusia Wajak yang ditemukan pada 1888 di Tulungagung, dan fosil Homo erectus yang ditemukan Eugene Dubois di Trinil pada 1891-1892.
Poster memanjang yang berisi informasi tentang Sejarah Penelitian Manusia Purba di Indonesia. Ada nama Raden Saleh di sana. Rupanya ia gemar mengumpulkan fosil hewan purba dari Sangiran yang oleh masyarakat setempat disebut "balung buto", dan kadang ia tunjukan kepada orang Eropa sehingga diketahui para ilmuwan di sana. Ada nama F.W. Junghuhn yang pernah ke situs Patiayam di Kudus dan Kedungbrubus di Sragen. Lalu pada 1888 ditemukan Manusia Wajak (Homo wadjakensis) oleh peneliti tambang marmer B.D. van Rietschoten di Wajak, Tulungagung. Dan tentu saja perburuan fosil manusia purba oleh Eugene Dubois pada 1887 - 1891 yang antara lain menghasilkan atap tengkorak dan tulang paha manusia purba di Trinil.
Setelah kemerdekaan penelitian Manusia Purba di Indonesia dilakukan para peneliti Indonesia, diantaranya adalah Teuku Jacob dari UGM, S. Sartono dari ITB, dan R.P. Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Pada 2004 ditemukan fosil manusia kerdil di situs Leang Bua, Flores oleh tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan sejumlah peneliti Australia yang dipimpin Mike Morwood.
Sebuah instalasi patung Eugene Dubois dan kisah penemuannya tentang Missing-Link di Trinil pada 1891. Dubois sempat melakukan penelitian di gua-gua di Sumatera Barat, namun tak berhasil. Mendengar ditemukannya fosil Manusia Wajak, ia pun datang ke Jawa dan berhasil menemukan fosil Manusia Wadjak kedua. Saat menggali endapan purba di dasar Bengawan Solo yang mengering di Trinil, Ngawi, pada September 1891, Dubois menemukan atap tengkorak, gigi primitif, dan tulang paha kiri, yang kemudian dianggap sebagai Missing-Link dalam Teori Evolusi Darwin.
Patung G.H.R von Koenigswald serta kisah penelitiannya di Sangiran, Ngandong, dan daerah Pegunungan Sewu. Ia juga dianggap sebagai peletak dasar sejarah geologi Jawa. Penelitiannya di Sangiran sebagian besar dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan. Ia terus mengumpulkan fosil-fosil setelah Koenigswald kembali ke Eropa, dan koleksi yang ia simpan itulah yang menjadi awal Museum Sangiran.
Poster yang didesikasikan bagi para peneliti Indonesia setelah kemerdekaan, yaitu Prof.Dr.R.P. Soerjono (1926 - 2011), Prof.Dr.S. Sartono (1928 - 1993), dan Prof.Dr. Teuku Jacob (1929 - 2007). Yang disebut terakhir itu namanya lebih sering saya baca di majalah dan surat kabar semasa ia masih hidup.
Peta yang memperlihatkan hadirnya rangkaian gunung api di laut Selatan daratan Asia pada Kala Miosen sekitar 10 juta tahun lalu, yang menjadi awal munculnya Pulau Jawa. Sementara busur kepulauan Sunda yang membentang dari Sumatera hingga Flores mulai mengarah pada posisinya yang sekarang sudah sejak 30 juta tahun lalu pada Kala Oligosen.
Beberapa orang petugas tampak tengah membersihkan koleksi Museum Manusa Purba Sangiran di ruangan yang berisi informasi tentang tahap-tahap perkembangan kawasan Sangiran sejak Kala Pliosen akhir (2,4 juta tahun lalu) hingga Kala Holosen (1,1 juta tahun lalu).
Tulisan Biografi Homo erectus yang dibuat pada pelat tembaga yang dipasang pada landasan patung Homo erectus dalam ukuran sebenarnya.
Dua orang petugas tampak tengah beristirahat di belakang patung Homo erectus setelah melakukan perawatan dan pembersihan. Homo erectus dalam patung ini digambarkan dalam keadaan bertelanjang bulat, yang pada hemat saya belum tentu benar dan terlalu merendahkan intelegensia rasa berbudaya mereka.
Geochelone Atlas adalah kura-kura raksasa yang hidup sekitar 2 juta tahun lalu. Kura-kura dewa bisa mencapai panjang 2,5 meter, tinggi 0,9 meter, dengan berat 850 kg.
Instalasi yang menggambarkan kehidupan Homo erectus pada jaman dahulu, yang selain menjadi pemburu binatang untuk dimakan dagingnya, mereka pun bisa menjadi diburu binatang buas seperti Singa dan Harimau.
Koleksi gading Gajah Purba (Stegodon trigonocephalus) di Museum Manusia Purbakala Sangiran. Gajah Purba ini diperkirakan hidup pada sekitar 2,6 juta - 12 ribu tahun yang lalu. Fosilnya ditemukan di Sangiran, Trinil, dan Gunung Patiayam.
Poster memanjang sarat informasi tentang penelitian yang dilakukan di situs-situs Plestosen Tengah, seperti di Situs Semedo, Situs Perning, Situs Patiayam, Situs Tanjung, Situs Ngandong, dan Situs Trinil. Jika tinggal di Belanda, Anda bisa melihat koleksi fosil asal Trinil yang dikirim Dubois ke Museum Leiden.
Sebuah instalasi yang memperlihatkan momen penemuan fosil yang bersejarah di sebuah situs di wilayah Sangiran.
Rahang Gajah Purba (Stegodon trigonocephalus). Gajah Purba (Stegodon trigonocephalus) di Museum Manusia Purbakala Sangiran. Gajah Purba yang hidup pada sekitar 2,6 juta - 12 ribu tahun yang lalu ini fosilnya juga ditemukan di Siria.
Rangka ini ditemukan di Kecamatan Punung, Pacitan, diperkirakan berusia 7.000 tahun, dan diduga merupakan nenek moyang penduduk Indonesia, dengan ciri fisik dan tes DNA menunjukkan ras Mongoloid.
Kerangkan Manusia Song Terus ini ditemukan di Pacitan. Goa atau Situs Song Terus, dimana kerangka ini ditemuakan berada di Desa Wareng, Kecamatan Punung, sekitar 45 menit dari Kota Pacitan.
Manusia Liang Bua (Homo floresiensis) memiliki tinggi 106 cm dan volume otak sekitar 380 cc, dan merupakan individu yang memiliki karakter Homo erectus dan Homo sapiens sekaligus. Fosilnya ditemukan di Liang Bua, Pulau Flores, pada tahun 2001.
Sejumlah foto dokumentasi yang memperlihatkan para tokoh, baik lokal maupun berkebangsaan asing, yang berperan penting dalam pengungkapan rahasia Manusia Purba yang ada di Jawa, berikut sebagian temuan yang mereka dapatkan.
Patung Manusia Flores ini ada di ruang ketiga yang saya masuki, terpisah dari ruang-ruang lainnya, dan harus keluar lebih dahulu. Ruangan ini luas seperti auditorium, namun hanya sedikit koleksi yang ada di sini. Patung ini merupakan versi terakhir karya Elisabeth Daynes yang ia interpretasikan dari penelitian Prof. Bill Jungers. Versi pertamanya yang dibuat pada 2007 kini dipajang di Museum National d'Histoire Naturelle, Paris.
Instalasi yang memperlihatkan kehidupan purba Homo erectus yang tengah berburu kijang. Sementara di tempat lain terlihat ada kerbau purba, gajah purba, dan kuda sungai purba.
Fosil Tengkorak dan Tanduk Kerbau Purba berukuran 1,14 meter ini ditemukan oleh Santoso di Desa Jambangan, Kecamatan Plupuh, pada 2003. Usia fosil diperkirakan 700.000 tahun.
Melalui karya patungnya, Elisabeth Daynes telah didapuk menjadi seorang ahli terkemuka dalam proses rekonstruksi hominid yang dilakukannya secara cermat. Ia menggabungkan hasil penelitian ilmiah, tinggalan fosil yang sedikit, teknologi, dan seni, untuk menciptakan gambaran manusia purba yang hidup ribuan atau jutaan tahun yang lalu.
Diubah: Desember 17, 2024.
Label: Jawa Tengah, Museum, Sangiran, Sragen, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.