Di satu titik di atas sebuah jembatan kami berhenti dan melihat pemandangan yang sangat indah di bawah sana. Ada beberapa orang tengah berenang di pantai yang terlihat seperti sebuah pantai terpencil sebuah hotel karena diapit dua buah karang sangat tinggi. Sesaat kemudian perjalanan ke Pura Luhur Uluwatu kami lanjutkan.
Pengunjung memiliki pilihan apakah menikmati pemandangan dari tempat yang bebas, atau menunggu matahari tenggelam sambil menikmati suguhan tarian dan berakhir dengan tari kecak saat matahari telah tenggelam, dengan membayar lebih. Saya memilih yang pertama.
Ada puluhan anak tangga lebar yang diapit pepohonan kamboja untuk menuju puncak perbukitan dimana Pura Luhur Uluwatu. Pura ini terletak pada ketinggian 97 meter dari permukaan laut.
Tebing Pura Luhur Uluwatu yang didasarnya adalah Pantai Pecatu tempat selancar internasional. Gemuruh gelombang susul menyusul menghantam tebing memang sangat jelas terdengar dari atas menciptakan pemandangan indah dan sangat mengesankan.
Hari sudah agak sore ketika saya berada di Pura Luhur Uluwatu. Banyak pengunjung telah berdatangan terlebih dahulu dengan tujuan untuk menikmati pemandangan matahari tenggelam dari atas tebing curam dengan pemandangan lepas ke pantai luas.
Matahari sore terlihat mulai mendekati garis cakrawala Pura Luhur Uluwatu, sementara dua ekor monyet duduk di atas singgasana mereka masing-masing tanpa merasa terganggu dengan kerumunan banyak orang di sekitarnya.
Ke sebelah kiri Pura ada bibir tebing tinggi dimana saya bisa melihat dengan jelas para pengunjung Pura Luhur Uluwatu yang tengah menonton pertunjukan tari pada ujung tebing Uluwatu yang tinggi. Posisi duduk mereka menghadap ke laut, sehingga bisa menyaksikan panorama saat matahari tenggelam.
Monyet-monyet di Pura Uluwatu ini sangat berani, dan anda harus berhati-hati. Mereka dengan cepat menyambar kacamata, jepit rambut dan benda-benda lain yang dipegang pengunjung. Namun ada yang akan membantu untuk membujuk monyet agar mengembalikan barang rampasannya.
Dari tempat berdiri saya bisa melihat dengan jelas para pengunjung Pura Luhur Uluwatu yang tengah menonton pertunjukan tari pada ujung tebing Uluwatu yang tinggi. Posisi duduk mereka menghadap ke laut, sehingga bisa menyaksikan panorama saat matahari tenggelam.
Di atas sebuah jembatan dimana berhenti dan melihat pemandangan ketika beberapa orang tengah berenang di pantai terpencil yang diapit karang tinggi.
Pemandangan elok pada pantai berpasir putih kecoklatan yang diapit oleh dua tebing yang tinggi. Beberapa orang tengah bermain voli pantai, sementara di sebelah kiri adalah meja pemnjual makanan dan minuman. Sebuah gazebo, atau mungkin pura, tampak di lereng perbukitan, tempat yang ideal untuk melihat pemandangan matahari tenggelam.
Kebanyakan orang di bawah sana yang tengah berada di dalam air laut terlihat memegang papan selancar dan sedang menunggu gelombang untuk berselancar.
Gelombang laut di sana terlihat cukup tinggi dan ideal untuk berselancar, sementara di tebing sebelah kiri terdapat gazebo yang terlihat nyaman namun tidak terlihat ada orang duduk di sana.
Seekor induk monyet dan anaknya saya lihat duduk tercenung sesampainya di kawasan Pura Luhur Uluwatu, Peliatan.
Puluhan undakan diapit pepohonan kamboja menuju ke puncak perbukitan dimana Pura Luhur Uluwatu berada. Pura ini terletak pada ketinggian 97 meter dari permukaan laut.
Melangkah ke sebelah kiri Pura, saya bertemu dengan bibir tebing tinggi dengan pemandangan ke arah laut lepas dan debur ombak sangat mempesona. Di tempat ini ada banyak monyet liar berbadan gemuk yang nakal.
Sebuah patung Ganesha dengan gaya dan ornamen yang tidak biasa. Ada rambut ikal di kepalanya, serta posisi kaki sebelah kiri lebih tinggi dari kaki kanannya. Gadingnya sangat pendek, dan pada telinganya ada giwang.
Di bagian depan, dibalik gapura candi bentar Pura Luhur Uluwatu, terdapat sebuah arca dengan ubel-ubel kepala yang terlihat unik, terhalang oleh pagar berjeruji besi sehingga pejalan hanya bisa melihat dari luar gapura.
Sepasang turis berada di depan gapura candi bentar Pura Luhur Uluwatu dengan tanda "Do No Enter, Worship Only". Di depan masing-masing candi terdapat arca Ganesha dengan ornamen dan posisi berdiri yang unik.
Buih air laut setelah gelombang tinggi menghantam dinding tebing membentuk mosaik rumit yang indah menyerupai rambut putih yang saling melibat, sementara di belakangnya menyerbu lagi gelombang air laut yang baru.
Tebing sebelah kiri kawasan Pura Luhur Uluwatu yang sangat tinggi dan mempesona dengan buih air laut yang putih bersih di bawahnya. Orang-orang yang berdiri di bibir tebing tampak sangat kecil.
Seekor monyet baru saja duduk dengan tenangnya di atas tugu bibir tebing Pura Luhur Uluwatu dengan memegang jepit rambut yang dirampasnya dari seorang pengunjung.
Monyet ini sama sekali tidak takut dengan banyaknya pengunjung di sekitarnya, dan dengan tenang duduk di atas tugu. Mereka bisa turun ke tebing untuk menghindar jika ada petugas yang mendekatinya untuk meminta kembali barang yang dirampasnya.
Tingginya tebing tidak membuat jeri para pengunjung Pura Luhur Uluwatu untuk berdiri di sepanjang bibir tebing untuk menikmati pemandangan laut lepas di bawah sana serta gelombang air laut yang terus berkejaran menghantam tepian pantai. Monyet yang duduk di sebelah kiri tampaknya adalah "monyet boss".
Matahar tinggal dua pertiganya saja yang masih terlihat di atas cakrawala, membuat langit berwarna kuning kemerahan, sementara gelombang terus bergulung berdatangan menuju tepian.
Pandangan lebih dekat memperlihatkan bulatan bola api matahari seolah tengah mengambang di atas air laut. Posisi awan sangat mendukung saat itu, sama sekali tidak menghalangi pemandangan matahari terbenam.
Matahari hampir separuhnya turun dibalik garis cakrawala. Jika saja saat itu ada kapal besar yang lewat, tentu akan menjadi pemandangan yang sangat indah.
Gemuruh ombak yang terus terdengar tanpa henti membuat suasana sama sekali tidak membosankan ketika menunggu detik-detik matahari tenggelam dibalik carawala. Angin juga cukup jinak.
Seorang pengunjung tampak tengah merekam detik-detik tenggelamnya matahari dengan telepon genggamnya, sementara dua orang di sebelahnya bersandar pada dinding tebing dengan mata menatap matahari yang tengah tenggelam di cakrawala.
Matahari hampir sepenuhnya tenggelam di balik cakrawala, menyisakan semburat langit berwarna kuning kemerahan. Orang-orang masih betah berdiri di tepian tebing untuk menikmati suasana.
Sebuah meru tumpang tiga tampak berdiri di bibir tebing yang curam. Siluetnya memberi pemandangan yang eksotis kala matahari telah terbenam dan cahaya mulai temaram.
Monyet-monyet masih setia duduk di atas dinding tebing dan tugu. Melihat badan-badan mereka yang gemuk, makanan tampaknya bukan merupakan masalah buat mereka.
Tempat duduk di arena pertunjukan tampaknya dipenuhi oleh pengunjung. Ketika gelap mulai menyergap, pertunjukan yang sebenarnya tampaknya baru saja dimulai.
Bentuk tebing di Pura Luhur Uluwatu benar-benar sempurna sehingga pengunjung pada sisi berbeda bisa melihat satu sama lain. Demikian pula tebing yang tinggi dan air laut bisa terlihat sangat jelas.
Pantai yang terjal dengan batuan besar dan buih air laut putih bersih seperti ini tampaknya hanya bisa dijumpai di beberapa tempat di pantai selatan Laut Jawa.
Seorang pengunjung tanpa merasa takut terlihat berdiri di bibir tebing yang sangat curam untuk menikmati pemandangan matahari terbenam dari posisi terbaiknya.
Matahari telah benar-benar terbenam dibalik cakrawala, namun langit masih menyisakan pemandangan yang indah bagi pengunjung yang masih bertahan berdiri di bibir-bibir tebing.
Satu persatu pengunjuk mulai beranjak pergi meninggalkan tebing Pura Luhur Uluwatu menuju kendaraan mereka masing-masing dengan membawa kenangan yang indah, dan saya termasuk diantara mereka yang pergi itu.
Di sepanjang bibir tebing tinggi di kawasan Pura Luhur Uluwatu ini terlihat para pejalan lokal dan asal luar negri berdiri menanti matahari tenggelam. Jika di ujung kanan tebing adalah tempat dimana Pura Luhur Uluwatu, maka di ujung arah berlawanan adalah pertunjukan tari kecak dengan tempat duduk bertingkat.
Siapa pun yang berdiri di tepian tebing dimana saja diantara kedua ujung kiri kanan itu pasti akan terpesona dengan kesempurnaan alam yang ada di sekeliling mereka. Tebing yang sangat tinggi dan curam namun bisa terlihat dengan jelas, debur ombak yang sangat keras susul menyusul menghantam tebing, pemandangan laut lepas, dan matahari terbenam saat awan tidak
Letak Pura Luhur Uluwatu pada posisi yang berhadapan dengan Pura Andakasa, Pura Batur, serta Pura Besakih, karenanya kekuatan spiritual Dewa Brahma memancar dari Pura Andakasa, kekuatan spiritual Dewa Wisnu memancar dari Pura Batur, dan kekuatan spiritual Dewa Siwa dari Pura Besakih. Oleh karena banyak umat Hindu sangat percaya bahwa Pura Luhur Uluwatu merupakan tempat yang baik untuk memohon karunia dewa dalam menata kehidupan yang seimbang.
Pura Luhur Uluwatu merupakan salah satu dari enam Pura Sad Kahyangan yang disebutkan dalam Lontar Kusuma Dewa dan dipercaya sebagai penyangga 9 mata angin. Pura ini didirikan sebagai Pura Padma Bhuwana pada abad ke-11 oleh Mpu Kuturan yang datang dari Jawa pada 923 Saka (1001 M). Selain Pura Luhur Uluwatu, kelima Pura Sad Kahyangan lainnya adalah Pura Goa Lawah, Pura Pusering Jagat, Pura Besakih, Pura Lempuhyang Luhur, dan Pura Luhur Batukaru. Pura Luhur Uluwatu memiliki wilayah kekeran, atau wilayah suci dalam radius sekitar lima kilometer.
Jika ingin menikmati panorama matahari tenggelam dari tempat yang sangat eksotis dengan tingkah suara debur ombak menghantam tebing maka Pura Luhur Uluwatu merupakan salah tempat paling sempurna di Bali yang tidak boleh terlewatkan. Hanya saja anda harus berhati-hati dengan kawanan monyet yang sangat jahil.
Pura Luhur Uluwatu
Alamat : Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung, Bali. Lokasi GPS : -8.8293958, 115.0848447, Waze. Hotel di Badung, Tempat Wisata di Badung, Peta Wisata Badung.Diubah: Desember 12, 2024.Label: Badung, Bali, Pura, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.