Setelah kira-kira 1 kilometer dari Jl. Papar di wilayah Pare, kami masuk ke Jl. Balung Jeruk, dan lalu berbelok masuk ke sebuah jalan kecil sejauh 100 meter dan menjumpai papan nama Candi Tegowangi Kediri. Bangunan candi berada agak jauh di belakang papan nama itu, di tengah sebuah pertamanan yang ditumbuhi pepohonan di sekelilingnya.
Candi Tegowangi Kediri dipercayai merupakan tempat Pendharmaan Bhre Matahun, atau tempat suci yang digunakan sebagai penyimpanan abu jenazah setelah jasadnya selesai dingaben atau dibakar. Bhre Matahun adalah suami dari Bhre Lasem, yang melahirkan Nagarawardhani yang kemudian menikah dengan Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk. Nama Matahun belakangan juga digunakan oleh Patih Jipang Panolan semasa pemerintahan Arya Penangsang.
Lintasan menuju Candi Tegowangi Kediri telah dibuat dengan rapi, ditanam tumbuhan perdu di kiri kanannya yang menyegarkan pandangan. Bangunan candi berada di tempat terbuka tanpa pelindung sebagaimana umumnya candi lainnya, dan satu-satunya tempat duduk adalah di rumah penjaga yang berada di mulut kompleks.
Karenanya baik siapkan topi atau payung jika tidak suka dengan sengat matahari yang bisa membakar kulit. Tengara nama candi dipasang di halaman pinggir jalan, yang saat itu sudah terlihat menua, serta di sisi sebelah kanan di area dekat dengan candi.
Di halaman Candi Tegowangi Kediri yang cukup luas ini terdapat sejumlah arca, diantaranya adalah arca Parwati, dan Ardhanari. Dewi Parwati dianggap sebagai pasangan kedua dari Dewa Siwa, yang merupakan ibu dari Ganesha dan Kartikeya (Skanda). Dewi Parwati juga dihormati umat Hindu sebagai perwujudan dari Sakti atau Durga.
Undakan Candi Tegowangi saat itu masih berupa reruntuhan yang belum direstorasi secara sempurna. Saya kira sudah waktunya dinas purbakala dan pemerintah setempat untuk mulai melakukan pekerjaan restorasi terhadap candi ini, sehingga nantinya menjadi sebuah candi yang utuh, elegan, indah, dan lebih mengesankan saat dikunjungi.
Sudut bawah Candi Tegowangi Kediri dihias ukiran berupa relief berupa dedaunan dan sulur-suluran. Bangunan candi ini bentuknya bujur sangkar sempurna berukuran 11,2 m x 11,2 m, dengan tinggi 4,35 m, menghadap ke arah barat. Pondasi candi terbuat dari bata, dengan batur kaki dan bagian lainnya terbuat dari batu andesit.
Pada bilik yang ada dalam tubuh Candi Tegowangi Kediri mestinya terdapat Yoni dengan cerat (pancuran) berbentuk naga, namun sayang saya tidak melihatnya saat itu. Di sisi tenggara kompleks ada reruntuhan batu candi, mungkin bekas candi perwara. Ada baiknya jika reruntuhan candi itu juga direstorasi dengan mendatangkan ahlinya ke tempat ini.
Sebuah relief Raksasa, yang dikenal dengan sebutan Gana, terlihat duduk dengan lutut tertekuk, sementara kedua tangannya menyorong ke atas seperti menopang bangunan candi. Di setiap sisi Candi Tegowangi Kediri terdapat relief Gana ini dengan bentuk yang sedikit berbeda. Gana, atau Siwaduta, adalah makhluk kecil pengiring Siwa.
Di atas relief Gana terdapat tonjolan batu berukir yang melingkari kaki candi, dan di atasnya ada genta berhias relief. Candi Tegowangi Kediri sangat kaya dengan relief yang melingkari dindingnya. Seluruhnya ada 14 panel, dengan 3 panel di sisi Utara, 8 panel di sisi Barat dan 3 panel di sisi Selatan, yang berisi cerita Sudamala.
Relief Candi Tegowangi Kediri merupakan sebagian dari relief Kakawin Sudamala yang berisi cerita tentang ruwat (pensucian) Dewi Durga dari bentuk raseksi jelek dan jahat menjadi Dewi Uma dalam bentuknya yang cantik jelita dan baik. Ritual pensucian ini dilakukan oleh Sadewa, bungsu dari Pendawa, dengan bantuan Betara Guru. Relief dan cerita menarik tentang kakawin ini bisa dibaca di foto berikutnya yang tautnya ada di akhir tulisan, pastikan membacanya.
Dalam Negarakertagama, kitab yang ditulis oleh Mpu Prapanca, Bhre Matahun meninggal pada tahun 1310 Saka (1388 M), sehingga diperkirakan Candi Tegowangi Kediri dibuat pada tahun 1400 M, karena pendharmaan seseorang biasanya dilakukan 12 tahun setelah ia meninggal dunia, dengan melakukan upacara srada untuk menghormati arwah nenek moyang.
Candi Tegowangi Kediri
Alamat : Dusun Candirejo, Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kediri, Jawa Timur. Lokasi GPS : -7.73462, 112.16111, Waze. Hotel di Kediri, Tempat Wisata di Kediri, Peta Wisata Kediri.Relief Candi Tegowangi Kediri ini merupakan sebagian dari relief Kakawin Sudamala yang berisi cerita tentang ruwat (pensucian) Dewi Durga dari bentuk raseksi jelek dan jahat menjadi Dewi Uma dalam bentuknya yang cantik jelita dan baik. Ritual pensucian ini dilakukan oleh Sadewa, bungsu dari Pendawa, dengan bantuan Betara Guru.
Tengara nama candi dipasang di halaman pinggir jalan, yang saat itu sudah terlihat menua, serta di sisi sebelah kanan di area dekat dengan candi. Di halaman Candi Tegowangi Kediri yang cukup luas ini terdapat sejumlah arca, diantaranya adalah arca Parwati, dan Ardhanari. Dewi Parwati dianggap sebagai pasangan kedua dari Dewa Siwa, yang merupakan ibu dari Ganesha dan Kartikeya (Skanda). Dewi Parwati juga dihormati umat Hindu sebagai perwujudan dari Sakti atau Durga.
Meskipun sederhana, namun keberadaan papan informasi seperti ini sangat membantu bagi pejalan yang berkunjung. Meskipun informasi tentang candi bisa saja diperoleh melalui internet, hanya saja info di tempat bisa memberi prespektif informasi yang berbeda.
Papan informasi ini menyebutkan adanya relief kisah Sudamala yang berjumlah 14 panil, yaitu 3 panil di sisi Utara, 8 panil di sisi Barat, dan 3 panil di sisi Selatan. Kisah sudamala ini juga ada di Candi Sukuh yang ada di wilayah Karanganyar, dengan jumlah panil yang lebih sedikit.
Sudut bawah Candi Tegowangi dihias ukiran berupa relief dedaunan dan sulur-suluran. Ada pula relief Ghana di sana. Candi ini bentuknya bujur sangkar berukuran 11,2 m x 11,2 m, setinggi 4,35 m, menghadap ke barat. Pondasi candi terbuat dari bata, dengan batur kaki dan bagian lainnya terbuat dari batu andesit.
Sisi Utara Candi Tegowangi dengan tiga panil relief penggalan kisah Sudamala di dasar candi, satu di tengah dan dua lagi di tengah kiri kanannya. Relief lainnya berupa bunga dan garis geometris yang berulang di sepanjang badan candi.
Sepenggal relief kisah Sudamala yang berada pada sudut Candi Tegowangi. Meskipun bisa melihat dengan jelas reliefnya, namun saya sulit mengidentifikasi pada bagian kisah Sudamala yang mana relief itu bercerita.
Relief Gana di sebuah sisi candi, dengan deretan batu berukir di atasnya yang melingkari kaki candi. Tepat di atasnya ada relief raksasa cebol yang masing-masing tangannya memegang genta. Sebuah catatan menyebutkan bahwa relief gana mulai berkembang pesat pada candi-candi di Jawa Tengah pada sekitar abad ke-8 s/d 10 M. Gana, atau Siwaduta, adalah makhluk kecil pengiring Siwa.
Dalam Kisah Sudamala, Dewi Uma dikutuk oleh oleh Batara Guru menjadi raseksi buruk rupa dan jahat bernama Ra Nini. Ia harus menebus dosa dan hidup selama duabelas tahun Setra Gandamayit. Citrasena dan Citranggada, dua bidadara kahyangan yang tampan, juga dikutuk oleh Batara Guru menjadi raksasa sakti Kalantaka dan Kalanjaya. Karena kedua raksasa itu mengabdi kepada Kurawa, Kunti menjadi khawatir atas keselamatan Pandawa, puteranya.
Ia meminta Ra Nini untuk melenyapkan Kalantaka dan Kalanjaya. Ra Nini menyetujui permintaan Kunti asal bersedia menyerahkan Sadewa sebagai tumbal. Kunti menolaknya, lagipula Sadewa bukan lahir dari rahimnya, namun dari rahim Madrim.
Bagian sebelah kiri dari relief Sudamala sebelumnya, agar bisa dilihat lebih jelas. Kalika, raseksi pengikut Ra Nini, berhasil merasuk ke jasad Kunti dan secara tak sadar meminta kesediaan Sadewa sebagai tumbal. Sadewa menuruti permintaan Kunti karena hormat, meski bukan ibu kandungnya. Sadewa pergi ke Setra Gandamayit dan ia pun diikat di pohon Randu. Ra Nini meminta Sadewa untuk meruwatnya, namun ditolak karena Sadewa yang tahu siapa sesungguhnya Ra Nini merasa tak sanggup untuk melakukannya. Ra Nini marah besar dan mengancam akan membunuh Sadewa.
Relief Sudamala bagian kanan dari relief sebelumnya. Setelah mendapat laporan dari Batara Narada tentang terancamnya Sadewa, Batara Guru turun ke Setra Gandamayit dan ia pun masuk ke jasad Sadewa. Ra Nini kemudian diruwat oleh Sadewa berkat kekuatan Batara Guru, dan kembali ke bentuknya semula sebagai Dewi Uma yang cantik jelita. Dewi Uma memberi julukan Sudamala kepada Sadewa yang berarti orang yang membersihkan segala hal yang buruk.
Sadewa menolak permintaan Kalika untuk juga diruwat dikarenakan dosanya yang kelewat besar dan memintanya untuk tetap tinggal di Setra Gandamayit sampai nanti waktunya tiba. Dewi Uma lalu meminta Sadewa pergi ke Pertapaan Pringalas untuk menyembuhkan Begawan Tambapetra dari kebutaan dan menikahi kedua putrinya.
Relief Sudamala di sisi berikutnya. Sadewa pergi ke pertapaan Prangalas untuk bertemu Begawan Tambapetra, dan mengatakan kepada sang Begawan apa yang dikatakan oleh Dewi Uma kepadanya. Setelah Sadewa menyembuhkan penyakit buta yang dideritanya, Begawan Tambapetra pun dengan gembira menikahkan kedua putrinya yang bernama Padapa dan Soka dengan Sadewa. Ketika Nakula menyusul ke Pringalas setelah diberitahu oleh Kalika, Nakula lalu menikahi Soka atas permintaan Sadewa.
Bagian sebelah kiri dari relief sebelumnya. Sementara itu di peperangan, Arjuna kewalahan menghadapi raksasa Kalantaka dan Kalanjaya. Panah sakti yang menghujani tubuh raksasa itu tak mampu menembus badannya. Bima yang datang membantu juga tak sanggup menghadapi mereka dan mundur dari peperangan. Maka majulah Sadewa dan Nakula ke medan pertempuran, dan berhasil membunuh Kalantakan dan Kalanjaya, yang menjelma kembali menjadi Citrasena dan Citanggada.
Bagian sebelah kanan dari relief sebelumnya. Sadewa menjadi tokoh sentral dalam Kakawin Sudamala, karya sastra berbahasa Jawa Kuna peninggalan Kerajaan Majapahit. Naskah ini bercerita tentang kutukan yang menimpa istri Batara Guru bernama Dewi Uma, karena tidak setia dan berselingkuh dengan Batara Brahma. Sadewa adalah yang termuda dari Pandawa Lima, bersama saudara kembarnya Nakula. Nakula lebih tampan, namun Sadewa lebih pintar dan lebih bijaksana.
Relief Sudamala pada dinding candi berikutnya. Salah satu moral cerita dalam Kakawin Sudamala adalah penghormatan dan kepatuhan Sadewa yang tanpa batas kepada Kunti dan bersedia menjadi tumbal bagi keselamatan saudara-saudaranya. Meskipun permintaan Kunti kepada Sadewa itu bukan atas kemauannya, namun karena ia dirasuki oleh Kalika.
Relief bagian kiri dari relief sebelumnya. Moral lainnya dalam kisah Kakawin Sudamala adalah bahwa dewa dewi pun bisa melakukan kesalahan, dan mereka harus menjalani hukuman atas kesalahannya itu. Untuk menyempurnakan hukuman dan agar kembali lagi ke harkatnya semula, maka semua noda dan hal buruk yang melekat harus dibuang, dan untuk itulah ritual ruwatan dilakukan.
Relief bagian kanan dari relief sebelumnya. Mengapa Sadewa dipilih sebagai tokoh utama dalam Kakawin Sudamala adalah mungkin karena ia dianggap paling bijak diantara saudara-saudaranya yang lain. Yudistira menyebut Sadewa lebih bijak daripada Wrehaspati yang adalah guru para dewa. Sadewa juga seorang ahli perbintangan hebat yang bisa meramal kejadian di masa depan, namun ia dikutuk kepalanya akan terbelah bila membeberkan rahasia takdir.
Candi perwara di sisi tenggara yang masih belum sepenuhnya direstorasi. Ada relief seperti orang bermain seruling dengan seekor kucing atau anjing di dekat kakinya. Ada pula relief orang menggendong gajah kecil, dan di bagian bawah ada relief naga dengan mulut menganga dan mata melotot marah.
Di pelataran terbuka terdapat arca Wisnu bertangan empat menunggang Garuda, hanya saja bagian kepala dan belakang atas arca ini telah rusak, dan untuk punggung binatang ini lebih menyerupai punggung binatang berkaki empat ketimbang punggung burung. Di belakang arca ini adalah Yoni.
Candi Tegowangi merupakan tempat Pendharmaan Bhre Matahun. Bhre Matahun adalah suami dari Bhre Lasem, yang melahirkan Nagarawardhani yang kemudian menikah dengan Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk.
Diubah: Desember 13, 2024.
Label: Candi, Hindu, Jawa Timur, Kediri, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.