Lupa bawa GPS, sehingga harus bertanya beberapa kali, kadang diberi arah jalan melenceng, namun akhirnya bisa menemukannya juga. Tinggal di dekat sebuah tempat belum tentu orang tahu tentang tempat itu. Tinggal di rumah yang sama belum tentu Anda mengenal pasangan Anda.
Selain menjadi pemukiman orang-orang Tionghoa, daerah Pekojan dahulu juga dikenal sebagai Kampung Arab. Banyaknya pedagang keturunan Arab yang tinggal di daerah ini karena lokasinya yang dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, dan dekat pula dengan Kali Krukut yang dulu bisa dilalui kapal. Meski jumlah orang Arab kini tak lagi menonjol, namun jejaknya masih bisa dijumpai hingga kini di Pekojan.
Ruang utama Masjid Jami AnNawier Pekojan Jakarta Barat memiliki bagian mihrab dengan pilar-pilarnya. Langit ruangan yang tak begitu tinggi itu rata. Tak ada lengkung langit-langit meninggi lantaran masjid ini tak memiliki kubah. Di sisi Barat terdapat lima buah pintu lengkung perlambang Rukun Islam, sedangkan di sisi kanan ada enam pintu lengkung yang melambangkan Rukun Iman.
Mimbar kayu berundak dengan ornamen berwaran keemasan itu adalah hadiah dari Sultan Pontianak yang diberikan olehnya pada 1871. Tongkat yang biasa dipegang khotib tampak tersender di puncak undakan mimbar. Sultan Pontianak juga menghadiahkan partisi kayu 1,6 x 1,6 meter di sebelah Almari Jam sebagai tempat khotib memakai jubah sebelum naik mimbar.
Khoja
Pekojan berasal dari kata Khoja, sebutan bagi orang Islam dari Gujarat India Barat penganut mazhab Ismailiyah, mazhab kedua terbesar dalam Syi'ah, setelah mazhab Dua Belas Imam. Pedagang Gujarat ini menyebarkan agama Islam di berbagai tempat di Indonesia.Lorong lebar yang disangga pilar-pilar saya lihat ketika melewati pintu masuk Masjid Jami AnNawier Pekojan. Jumlah pilar itu kabarnya ada 33, sesuai butiran tasbih wirid. Ujung lorong ini berbelok ke kiri untuk masuk ke ruang utama masjid, tempat dimana terdapat mihrab dan mimbar. Masjid Jami Annawier Pekojan, atau sering disebut sebagai Masjid Pekojan, adalah salah satu masjid tertua di Jakarta yang didirikan pada tahun 1180 H atau 1760 M.
Ada masjid berumur lebih tua di Jl Pengukiran II, tak jauh dari Masjid Pekojan, didirikan pada 1648 oleh komunitas pedagang muslim dari Gujarat itu, yaitu Masjid Al Anshor yang tak sempat saya kunjungi. Sedangkan Masjid Jami AnNawier Pekojan ini kabarnya dibangun oleh komunitas pemukim keturunan Arab.
Menara Mercu
Keluar ke sisi kanan dari ruang utama terdapat serambi memanjang dan ruang terbuka di sebelahnya yang dari sana saya bisa melihat menara Masjid Jami AnNawier Pekojan yang bentuknya lebih menyerupai mercu suar. Menara setinggi 17 meter ini letaknya jauh di belakang sehingga tak terlihat dari arah depan masjid.Sempat mencari tangga berputar ke atas menara namun tak saya temukan. Di menara itu dipasang pengeras suara untuk mengumandangkan adzan saat waktunya tiba. Di sebelah kanan pada foto tampak sebagian bedug yang bentuknya memanjang.
Sebuah laman menyebut bahwa ketika Perang Dipenogoro berkecamuk pada periode 1825-1830, Masjid Jami AnNawier Pekojan juga diperbaiki dan dibetulkan arah kiblatnya, serta diperluas oleh Habib Ustman Bin Yahya bersama KH Nawawi. Habib Usman Bin Yahya adalah guru Habib Ali Alhabsyi (Habib Ali Kwitang) yang menjadi pendiri Majelis Taklim Kwitang serta Masjid Arriyadh di Kwitang yang meninggal pada 13 Oktober 1968.
Syarifah Fatimah
Masjid yang awal bangunannya menggunakan konstruksi kayu dan diurus oleh Daeng Usman Bin Rohaeli sampai tahun 1825 ini mengalami perubahan dan perluasan masjid pada 1850 yang dilakukan oleh Komandan Dahlan asal Banten. Syarifah Kecil atau Syarifah Fatimah binti Husein Al Idrus kemudian mewakafkan sebidang tanah miliknya untuk perluasan masjid pada 1897.Makam Sarifah Fatimah, Komandan Dahlan, dan Daeng Usman ada di belakang masjid. Pada 1926 Masjid Jami AnNawier Pekojan kembali diperbaiki oleh Sayyid Abdullah bin Hussein Alaydrus, Sayyid Aloei, Sayyid Hassim, Sayyid Muhammad, Syech Abdurrahman, Haji Abdul Mufthi, dan Haji Mohammad Tosim.
Halaman muka Masjid Jami AnNawier Pekojan relatif sempit dan berdempet rapat dengan rumah penduduk di kiri kanannya. Jalan di depan masjid juga tidak bisa dikatakan lebar. Hanya cukup untuk dua mobil lewat. Itu pun separuh jalan digunakan untuk parkir kendaraan. Jika tidak ada ornamen lengkung menyerupai puncak kubah diantara pilar teras, serta tidak ada papan nama Masjid Jami AnNawier Pekojan di atas pintu masuk, maka orang akan mengira bahwa bangunan ini adalah rumah biasa.
Tak ada tempat parkir bagi pengunjung sehingga kami harus parkir di tepian jalan tak berbahu, dan menyumbang pada penyempitan jalan yang menjadi salah satu biang macet Jakarta. Untunglah tak (belum) ada operasi cabut pentil di Jl Raya Pekojan ini...
Jika berkendara dari depan Museum Bank Indonesia, jalan saja terus arah ke Utara, ikuti jalan ke kiri, atau ikuti GPS di bagian bawah tulisan. Setelah jembatan belok sedikit ke kanan lalu kiri ke Jl Kali Besar Barat, belok kanan pertigaan pertama ke Jl Roa Malaka Selatan, dan belok kiri di pertemuan dengan Jl Kopi. Di ujung jalan belok kiri ke Jl Pejagalan, 200 m belok kanan ke Jl Pejagalan 1, 600 m belok kiri ke Jl Pengukiran, mentok belok kiri. Masjid Jami AnNawier Pekojan sekitar 50 meter dari belokan.
Alamat Masjid Jami AnNawier Pekojan berada di Jl. Pekojan Raya No 71, Jakarta Barat. Lokasi GPS : -6.141518, 106.804522, Waze. Nomor Telepon Penting, Hotel di Jakarta Barat, Tempat Wisata di Jakarta Barat, Hotel Melati di Jakarta Barat, Peta Wisata Jakarta Barat, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta.Diubah: November 14, 2024.
Label: Jakarta, Jakarta Barat, Masjid, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.