Loji Gandrung Solo saya ketahui lantaran sosok Jokowi. Bukan secara pribadi, karena kami tak pernah bertemu, namun dari berita dan rekaman video ketika ia menjabat Walikota Solo dan diwawancarai oleh penyiar TV di tempat kediaman resmi walikota ini. Nama itu unik, mudah diingat, dan karenanya bisa melekat lama.
Wawancara itu sendiri berlangsung saat Jokowi tengah bertarung di Pilgub DKI Jakarta. Oleh sebab itu ketika di Jl Slamet Riyadi saya meminta Pak Jum membelokkan kendaraan masuk ke halaman Loji Gandrung. Kalau boleh lihat sukur, tidak boleh setidaknya sudah mencoba.
Turun dari kendaraan saya melangkahkan kaki menuju pos jaga dekat bangunan Loji Gandrung Solo. Pos jaga di gerbang masuk dibiarkan kosong. Petugasnya ramah, namun untuk masuk ke bagian dalam gedung orang harus meminta ijin ke bagian rumah tangga di Balaikota. Begitupun saya bisa mengambil sejumlah foto menarik di sekitar halaman.
Jalur pedestrian lebar teduh nyaman full wifi seperti inilah yang membuat sebuah kota menjadi terasa berbudaya, bukan jalur lebar untuk mobil dan motor. Angkutan kota yang baik, beradab dan murah, dan harga bahan bakar yang mahal, akan membuat orang meninggalkan motor dan mobil di rumah, membuat kota menjadi lebih bersih dan sehat.
Ruang tamu Loji Gandrung Solo yang saya intip dari pintu tengah serambi yang terbuka. Foto ini merupakan gabungan dari tiga buah foto dengan lensa wide angle, sehingga meski mungkin tidak menunjukkan bentuk ruangan loji yang sebenarnya namun bisa memberi gambaran utuh tentang apa yang ada di ruang tamu ini. Dinding di ujung waktu itu masih dipasang foto kepala negara lama, sebelum Jokowi menjadi presiden. | Di sebelah pos jaga bagian dalam terdapat ruangan tanpa dinding depan semacam garasi dimana di dalamnya terdapat dua buah kereta. Satu kereta memiliki ruang penumpang tertutup dengan ornamen semacam garuda namun ada cula pada ujung hidungnya, dan ornamen kepala singa pada tali tambatan kuda. Di sebelahnya ada lagi kereta bercat hijau yang lebih sederhana. |
Di bagian depan Loji Gandrung terdapat serambi dengan dua set kursi di kedua ujungnya. Pada dinding menempel tengara Cagar Budaya. Pintu masuk ada lima buah, masing-masing satu di kiri kanan dan tiga pintu masuk di tengahnya. | Tengara Cagar Budaya bernomor 17-29/C/Lw/2012 untuk Loji Gandrung yang dipasang pada November 2012. Sebagai Cagar Budaya, bangunan Loji Gandrung dilindungi oleh Undang-Undang RI nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. |
Pada saat pemberontakan PKI tahun 1965, dan Walikota Solo Oetomo Ramelan yang anggota PKI ditangkap, serambi Loji Gandrung digunakan sebagai tempat interogasi para tapol. | Patung Gatot Subroto itu berada di tengah kolam air mancur, disangga tugu bermotif dedaunan. Di luar pinggir kolam terdapat tengara Cagar Budaya yang diperuntukkan bagi patung ini. |
Prasasti peresmian patung yang ditandatangani oleh Jenderal Widodo pada 2 Oktober 1978. Loji Gandrung memang pernah menjadi Markas Brigade V Slamet Riyadi, dengan Gubernur Militer Gatot Subroto. | Loji Gandrung dengan siluet patung Jenderal Gator Subroto di latar depan. Di tempat ini Gatot Soebroto melakukan pertemuan guna menyusun taktik menghadapi Belanda yang datang dengan membonceng NICA setelah Jepang menyerah. |
Siluet patung Jenderal Gator Subroto di latar depan dengan latar belakang Loji Gandrung Solo. Loji ini memang pernah menjadi Markas Brigade V Slamet Riyadi, dengan Gubernur Militer Gatot Subroto. Di tempat ini Gatot Soebroto melakukan pertemuan guna menyusun taktik menghadapi Belanda yang datang dengan membonceng NICA setelah Jepang menyerah. | Patung Gatot Subroto dilihat dari samping. Pada 1797 - 1839 Loji Gandrung dimiliki Johannes Agustinus Dezentje, pengusaha perkebunan berdarah Belanda yang beristri Raden Ayu Tjokrokoesoemo yang masih kerabat keraton. Saat itu tempat ini sering digunakan untuk acara pesta dansa, yang kabarnya juga dihadiri oleh para kerabat keraton. |
Seorang tukang kebun tampak tengah bekerja membersihkan taman di depan Loji Gandrung. Dari arah pojok bisa terlihat bagian atap Loji yang bertumpuk dengan sebuah kubah putih menyerupai bentuk lonceng besar pada bangunan utamanya. | Gerbang loji dan tengara "Rumah Dinas Walikota Surakarta Loji Gandrung". Pedestrian di depan loji merupakan kebanggaan warga Solo yang disebut Solo City Walk, dari Purwosari - Pasar Gede, dengan taman dan tempat duduk nyaman. |
Pedestrian lebar teduh full wifi membuat kota terasa berbudaya, bukan jalur lebar mobil dan motor. Angkutan kota yang baik murah, dan harga bahan bakar mahal, akan membuat orang meninggalkan kendaraan di rumah, membuat kota lebih bersih dan sehat. | Sisi kanan ruang tamu Loji Gandrung dengan lukisan “The Last Supper” (Perjamuan Terakhir), lukisan mural abad ke-15 akhir karya Leonardo da Vinci yang disimpan di ruang makan Konven Santa Maria delle Grazie di Milan, Itali. |
Sisi kiri ruang tamu Loji Gandrung dengan pohon cemara untuk perayaan Natal dan patung Yesus. Setelah Gibran Rakabuming Raka menjadi walikota Solo, dekorasi ruang tamu ini tentunya akan berubah. | Kereta kuda dari jaman kolonial yang disebut Kereta Kencana milik Pemkot Solo ini tersimpan di ruang terbuka di sebelah kiri gedung. Dulu kereta ini digunakan sebagai ikon promosi wisata kota Solo. |
Patung Jenderal Gatot Soebrtoto di tengah kolam renang dengan latar bangunan tua Loji Gandrung. | Taman luas sebagaimana yang dipunyai oleh loji ini tentu saja sangat menyejukkan pemandangan. |
Jalur pedestrian lebar yang asri menjadi ciri kota Solo di area seputar Loji Gandrung, yang merupakan daerah utama di kota ini. Di ujung jalan ini ada Monumen Slamet Riyadi. | Beberapa bidang bangunan di area ini digunakan sebagai perkantoran. Adanya sepeda motor di depan sana menjadi indikasi keterbatasan lahan parkir. |
Sebelum menjadi rumah dinas walikota, Loji Gandrung memang pernah menjadi Markas Brigade V Slamet Riyadi, dengan Gubernur Militer Gatot Subroto. Di tempat ini Gatot Soebroto melakukan pertemuan guna menyusun taktik menghadapi Belanda yang datang dengan membonceng NICA setelah Jepang menyerah.
Di bagian depan Loji Gandrung Solo terdapat serambi dengan dua set kursi, dan tengara Cagar Budaya. Pintu masuk ada lima, masing-masing satu di kiri kanan dan tiga pintu masuk di tengahnya. Pada jaman dulu tempat ini sering digunakan untuk acara pesta dansa, yang kabarnya juga dihadiri oleh para kerabat Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pada dinding ruangan tamu sebelah kiri menempel foto Presiden Soekarno, sedangkan pada dinding sebelah kanan dipasang foto replika Jamuan Terakhir. Di pojok kiri ruangan ada sebatang pohon cemara natal, patung Yesus, dan patung Bunda Maria, mungkin disesuaikan dengan kepercayaan agama Kristen yang dianut oleh sang walikota saat itu. Kunjungan ini memang dilakukan sebelum mas Gibran menjadi walikota Solo.
Pada 1797 – 1839 gedung ini dimiliki Johannes Agustinus Dezentje, pengusaha perkebunan berdarah Belanda yang beristri Raden Ayu Tjokrokoesoemo yang masih kerabat keraton. Mungkin karena itu ada sebuah kereta kencana di loji ini yang dulu sering digunakan sebagai ikon promosi pariwisata.
Bung Karno dahulu sering menginap di Loji Gandrung Solo, yaitu di masa awal kemerdekaan. Salah satunya ketika meresmikan
Museum Radya Pustaka. Di kamar tidur Bung Karno terdapat piano, foto Bung Karno ukuran besar, dan perabotan lainnya yang konon masih terawat baik. Nama Loji Gandrung juga diberikan oleh Bung Karno.
Loji Gandrung Solo
Alamat : Jl. Slamet Riyadi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.
Lokasi GPS :
-7.566672, 110.809489,
Waze.
Rujukan :
Hotel di Solo,
Tempat Wisata di Solo,
Peta Wisata Solo.
Diubah: Desember 05, 2024.
Label:
Jawa Tengah,
Solo,
WisataBagikan ke:
WhatsApp,
Email.
Print!.
Penulis:
Bambang Aroengbinang,
seorang penyusur jalan.
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.