Jika bukan karena jasa Kho Ping Hoo, Gan KL, SD Liong, dan penulis cerita silat Cina lainnya, mungkin ketertarikan saya pada kelenteng tidak sampai sebesar ini. Begitulah, dahulu bacaan merupakan bahan pengisi waktu yang belum sebanyak sekarang ini jumlah pesaingnya.
Lokasi Vihara Dewi Kwan Im berada di sisi Timur Pulau Belitung, langsung menghadap ke Pulau Kalimantan yang berjarak sekitar 200 km, dan Laut Jawa. Sedangkan jarak dari Kelenteng Damar sekitar 7 km. Memasuki area parkir Vihara Dewi Kwan Im yang luas, saya bisa langsung melihat bangunan vihara yang berada di atas perbukitan.
Pemandangan dari sisi kiri yang memperlihatkan undakan yang digunakan untuk naik ke atas menuju bangunan utama vihara. Area Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur ini dibangun di atas tanah berbukit-bukit seluas 3 Ha. Bangunan utama vihara berada pada sisi kiri area, dengan dua altar lagi ada pada dua bangunan terpisah di sisi kanan. Bangunan khas Tiongkok bersegi enam di kanan depan diperuntukkan untuk memuja Dewa Langit.
Bentuk pagoda bergaya khas Tiongkok memang tidak selalu bersegi delapan (pat-kwa), namun ada juga yang bersegi empat dan bahkan berbentuk lingkaran. Untuk mencapai ruang utama Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur, sebelumnya saya melangkahkan kaki ke ujung kiri kompleks lalu menapaki satu persatu anak tangga berjumlah 73 buah.
Ruang utama Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur terbilang cukup luas. Di depan ruang ini ada balkon dengan pemandangan yang indah ke arah laut. Di sebelah kiri ada lukisan Dewi Kwan Im tengah duduk di atas teratai, dan sejumlah patung Dewi Kwan Im yang kebanyakan memegang botol labu di tangan kirinya. Sebagian nyala lilin telah diganti bohlam lampu kecil dan dua buah pelita minyak yang selang buangan kelebihan minyaknya terlihat menjuntai ke bawah.
Patung Dewi Kwan Im di altar utama Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur itu konon memiliki aura mistis. Patung yang dipercaya bisa menyelamatkan manusia ini ditemukan oleh seorang Tionghoa yang didatangkan Belanda untuk menambang Timah ketika menjaring ikan di laut. Tidak diketahui nama pekerja itu dan dari propinsi mana ia berasal.
Di ruangan ini saya disapa seorang pria bernama Akhun (50 tahun), pengurus Vihara Dewi Kwan Im. Tidak ada catatan kapan berdirinya Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur, namun Akhun mengatakan bahwa sudah ada pengurus vihara sejak 1747, jauh sebelum migrasi orang Tionghoa ke Belitung yang dibawa Belanda untuk mengeruk Timah dari tanah Belitung.
Di sudut kanan ruang utama Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur terdapat tambur besar, genta, lukisan Dewi Kwan Im, dan patung Kwan Kong. Altar pemujaan bagi Pak Kung (Hok Tek Ceng Sin) atau Dewa Bumi juga ada di vihara ini. Patung Toapekong (Tua Pek Kong) yang biasa diarak diringi barongsai pada perayaan hari besar Tionghoa adalah patung Dewa Bumi ini.
Di altar Pak Kung peziarah bersembahyang agar lancar usahanya, panen berlimpah, banyak rizki, dan keselamatan. Akhun biasa melayani pengunjung yang ingin nasibnya diramal dengan Ciam Si. Setelah peziarah menyebutkan nama, asal, dan keinginannya, Akhun akan merapal doa di altar Dewi Kwan Im dan mengocok tabung berisi batang-batang kayu bernomor.
Pemandangan dari pelataran bawah ke arah bangunan utama Vihara Dewi Kwan Im di sebelah kiri, dan altar lainnya yang berada di luar bangunan utama.
Pagoda yang berada di latar depan tampaknya merupakan altar pemujaan bagi Dewa Langit (Thian). Vihara ini letaknya memang berada di perbukitan, dengan pemandangan alam yang indah.
Pandangan sudut pada ruang utama mengarah kepada altar Dewi Kwan Im, memperlihatkan batuan berukuran besar memanjang menyerupai bentuk sebuah kapal.
Pada bagian tengah batu itu terlihat lebih licin dan lebih hitam, tanda bahwa tempat itu lebih banyak disentuh oleh tangan peziarah ketimbang bagian batu lainnya.
Sebuah lukisan Dewi Kwan Im menempel pada dinding, menggambarkan sang dewi tengah duduk di atas Bunga Teratai yang subur, dengan tangan kiri memegang labu, dan tangan kanan memegang setangkai ranting dedaunan.
Pada meja altar di depannya terdapat sejumlah rupang / arca Dewi Kwan Im, yang semunya berwarna dominan putih, kecuali arca yang terbesar. Konon Dewi Kwan Im selalu mengabulkan permintaan setiap umat yang meminta kepadanya.
Lukisan dan arca Kwan Kong di pojok ruangan utama Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur. Di kalangan penganut aliran Buddha Mahayana, Kwan Kong sering dibuat dalam posisi berdiri sendiri dengan tangan memegang golok, dan berpasangan dengan Wie To Po Sat.
Pada lukisan, Kwan Kong sering ditampilkan duduk sendirian di atas kuda sambil memegang Golok Naga Hijau, atau didampingi Ma She Ye, tukang kudanya.
Tampak depan altar Kwan Kong, dengan jumlah rupang tidak sebanyak arca Dewi Kwan Im. Kwan Kong dihormati oleh para penganut Taoisme, Konfusianisme, maupun Buddhisme Mahayana.
Kwan Kong dipuja karena kesetiaan, kegagahan dan kejujurannya, dan penganut Konghucu memujanya sebagai dewa kesusasteraan. Sedangkan pengikut aliran Buddha Mahayana memujanya sebagai Ka Lam Po Sat atau Ka Lam Pelindung Dharma.
Pandangan dekat pada altar Kwan Kong, memperlihatkan lebih jelas pada lukisan pada dinding dimana Kwan Kong sendirian, dan di bawahnya terdapat arca Kwan Kong dengan pengawal dan tukang kudanya. Golok pusaka Naga Hijaunya terlihat dalam keadaan dihunus.
Patung Dewa Bumi di Vihara Dewi Kwan Im. Tugas Dewa Bumi (Hok Tek Ceng Sin) adalah menjaga kehidupan rakyat agar aman, bahagia dan banyak rejeki. Ia juga mencatat perbuatan jahat dan maksiat dan melaporkannya kepada Seng Hong (Dewa Penjaga Kota) yang menjadi bahan pemeriksaan pada waktu orang meninggal.
Pada dinding di sisi sebelah kiri altar Dewi Kwan Im, selain ada poster sang dewi juga ada daftar seluruh kelenteng sejenis di seluruh Indonesia. Daftar yang disertai foto kelenteng semacam ini saya juga lihat di sejumlah kelenteng lain yang pernah saya kunjungi.
Pandangan dekat pada patung Dewi Kwan Im yang dikeramatkan, dengan hiasan bunga serta sepasang ikan emas dengan mulut terbuka ke atas di depannya seolah menampung rejeki dari langit, sementara di belakangnya ada kelambu berwarna biru. Tiga cawan kecil berwarna putih tampak berderet di depan hiolo.
Sepasang Pue atau Poak-Poe dan Po Ciam. Poak-Poe terbuat dari kayu berbentuk seperti biji mangga yang dibelah, dan dilemparkan ke atas untuk bertanya apakah dewa mengabulkan atau tidak terhadap satu persoalan. Jika satu telentang dan satu telungkup (Sio-Poe) maka dewa setuju.
Jika keduanya telungkup atau telentang (Bo-Poe) berarti dewa tidak setuju. Namun ada yang mengartikan jika keduanya telentang artinya dewa tersenyum, yang bisa berarti setuju, bisa juga tidak. Po Ciam adalah batang bambu peralatan Ciam Sie yang bernomor 1 hingga 60.
Peralatan ritual lainnya di Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur. Di sebelah kiri bentuknya mirip kura-kura, lalu ada tambur, bokor tempat pembakaran dupa, dan beberapa perlengkapan lainnya. Alat lain yang lazim ditemui di kelenteng adalah hiolo, bokor tempat untuk menancapkan batang hio setelah dibakar dan dipakai untuk bersembahyang.
Akhun di meja kerjanya. Menurutnya, yang waktu itu sudah empat tahun lamanya menjabat sebagai manajer operasional di viharaini, Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur menjadi sangat terkenal, bahkan sampai ke banyak negara di dunia, lantaran para peziarah yang jauh-jauh datang dan sembahyang di vihara ini doanya terkabul.
Keluar dari ruang utama Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur, di sebelah kanan terlihat salah satu dari dua altar yang terpisah. Di dalam altar ini terdapat tiga buah patung Buddha, tambur dan genta kecil, hiolo, serta perlengkapan sembahyang lainnya. Di sebelah kanannya ada lagi bangunan terpisah berisi patung-patung Dewi Kwan Im.
Altar untuk pemujaan sang Buddha itu. Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur ini rupanya juga merupakan TITD (Tempat Ibadah Tri Dharma), artinya menyediakan altar sembahyang bagi penganut Konghucu, Buddha, dan Tao. Agama Buddha di Tiongkok sudah banyak yang terpengaruh oleh kepercayaan tradisional lokal.
Altar yang semula saya kira altar Dewi Kwan Im ini sepertinya adalah adalah altar pemujaan bagi Thian Siang Seng Bo, dewi pelindung pelaut. Thian Siang Sing Bo dikenal juga dengan sebutan Ma Couw, Ma Couw Po atau Tian Hou (permaisuri langit).
Pemandangan dari sisi kiri yang memperlihatkan undakan yang digunakan untuk naik ke atas menuju bangunan utama vihara. Area Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur ini dibangun di atas tanah berbukit-bukit seluas 3 Ha.
Perayaan yang biasa dilakukan di Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur adalah acara ritual tahunan pada Hari Raya Imlek. Terkadang juga ada perayaan ulang tahun vihara yang berlangsung di bulan 2, tanggal 19, mengikuti sistem penanggalan Tiongkok.
Doa sembahyang di altar Dewi Kwan Im yang biasa ia lafalkan adalah "Hamba Akhun, memohon kepada Dewi Kwan Im melindungi, menyingkirkan orang jahat serta musibah, senantiasa ketemu sang penolong, dalam satu tahun tiga ratus enam puluh lima hari diberi kenyamanan, keamanan, sentosa, dan dilancarkan segala usaha, sekeluarga hidup sejahtera"
Keluar dari ruang utama Vihara Dewi Kwan Im, di sebelah kanan terlihat salah satu dari dua altar yang terpisah. Di dalam altar ini terdapat tiga buah patung Buddha, tambur dan genta kecil, hiolo, serta perlengkapan sembahyang lainnya. Di sebelah kanannya ada lagi bangunan terpisah berisi patung-patung Dewi Kwan Im.
Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur
Alamat : Desa Burung Mandi, Kecamatan Damar, Belitung Timur. Lokasi GPS : -2.74821, 108.24646, Waze. Tempat Wisata di Belitung Timur, Peta Wisata Belitung, Hotel di Belitung Timur, Hotel di Belitung.Diubah: Desember 09, 2024.Label: Bangka Belitung, Belitung Timur, Kelenteng, Wihara, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.