Nama Museum Ronggowarsito Semarang berasal dari nama pujangga Jawa yang hidup pada abad 19, yang juga merupakan pujangga Keraton Kasunanan Surakarta, keturunan R. Ng. Yosodipuro. Karyanya yang dikenal luas serta banyak dikutip adalah Serat Kalatidha yang secara harafiah berarti buku atau catatan tentang masa yang penuh ketidakpastian atau yang absurd.
Petikannya: Hamenangi jaman edan (mengalami jaman gila); Ewuh aya ing pambudi (menyusahkan pikir); Melu edan nora tahan (ikut gila tak tahan); Yen tan milu anglakoni (jika tak ikutan); Boya kaduman melik (tak akan kebagian); Kaliren wekasanipun (kelaparan akhirnya); Ndilalah karsa Allah (namun kehendak Allah); Begja-begjane kang lali (sebahagia apa pun orang lupa); Luwih begja kang eling lawan waspada (lebih bahagia yang ingat dan waspada)
Tampak muka bangunan Museum Ronggowarsito Semarang yang bergaya Joglo khas Jawa. Di sebelah kiri terdapat instalasi berukuran utuh kereta yang ditarik empat ekor kuda berbeda warna, dengan sais dan ksatria yang tengah memanah, mungkin Arjuna. Di kiri kanan depan pendopo terdapat sepasang arca Dwarapala berukuran besar. Gedung museum dilengkapi auditorium, perpustakaan, laboratorium, gudang dan taman.
Di museum ada patung dada Ronggowarsito di Museum Ronggowarsito Semarang, pujangga Jawa yang lahir pada 1802 dengan nama Bagus Burhan. Pada tahun 1819 Raja Surakarta mengangkat Bagus Burhan menjadi Abdi dalem dengan gelar Ronggo Pujonggo Anom, lalu naik pangkat menjadi Mas Ngabei Sorotoko pada 1822, dan mendapat gelar Raden Mas Ngabei Ronggowarsito pada 1825. Diantara karyanya adalah Pustakaraja, Ajipamasa, serat Jokolodang, dan serat Jayabaya.
Di sebelahnya ada prasasti berisi Serat Kalatidha bait kedua dan bait ketujuh, yaitu karya sastra dalam bahasa Jawa karangan Raden Ngabehi Ronggowarsito yang berbentuk tembang macapat. Karya ini ditulis sekitar tahun 1860 M. Potongan bait kedua berbunyi "Ratune ratu utama, Patihe patih linuwih, Pra nayaka tyas raharja, Panekare becik-becik, Paranedene tan dadi, Paliyasing Kala Bendu, Mandar mangkin andadra, Rubeda angrebedi, Beda-beda ardaning wong saknegara". Sedangkan bait ketujuh tentang jaman edan sudah disebutkan pada awal tulisan.
Koleksi Gunungan ini terbuat dari kayu ukir yang halus dan indah. Gunungan muncul pada saat adegan pembukaan, goro-goro dan perpindahan babak, serta pada saat akhir pertunjukan wayang kulit. Berbagai jenis keris juga bisa di temui di Museum Ronggowarsito Semarang. Diantaranya adalah Keris Jalak yang dipercaya mampu mengusir kekuatan jahat. Ada pula koleksi keris Luk 3, Keris Tilam, Keris Luk 45, Keris Naga Liman, dan Keris Tilam Upih. Yang disebut terakhir dipercaya memberi ketenteraman dan kesejahteraan dalam berumah tangga.
Kemudian ada koleksi sepeda pos tua yang digunakan mengantar kiriman barang, instalasi seni Barong Risang Guntur Seto asal Blora juga menarik, instalasi pande besi tradisional yang tengah bekerja di bengkel tempat penempaan berdinding anyaman bambu dengan peniup api masih dioperasikan secara manual. Kini banyak pande besi yang telah menggunakan peniup angin listrik yang lebih praktis dan hemat tenaga, meski tetap perlu orang untuk mengoperasikannya.
Di bagian lain Museum Ronggowarsito Semarang terdapat perkakas penggilingan tebu tradisional dan lukisan dekoratif yang menggambarkan sapi menjadi tenaga penggeraknya. Di beberapa tempat masih dijumpai alat pembuat gula rakyat ini. Ada pula instalasi pawon tradisional dengan bahan bakar kayu yang masih digunakan di desa-desa pinggiran.
Lalu ada diorama Arjuna, sang pemanah ulung (termasuk pemanah hati wanita), lengkap dengan para punakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong di Museum Ronggowarsito Semarang. Koleksi wayang kulit lengkap ditata jejer di samping kelir berukuran norma, dengan seperangkat gamelan komplit serta lampu blencong juga ada di sana.
Koleksi foto semasa perjuangan kemerdekaan bisa dilihat di Museum Ronggowarsito Semarang. Juga tandu yang digunakan Jenderal Soedirman ketika bergerilya, serta dipan milik Nyi Kasidem Ronosastro di Dukuh Pojok, Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Wonogiri, yang digunakan Soedirman ketika pulang bergerilya dari Jawa Timur tahun 1949.
Koleksi menarik lainnya adalah relief Ramayana yang diukir dengan detail rumit pada kayu jati. Relief ini menceritakan adegan saat Dewi Shinta mengejar Kijang Kencana ke dalam hutan, dan kemudian diculik oleh Rahwana untuk dibawa ke negeri Alengka. Juga pertarungan Rahwana dan Jatayu yang mencoba mencegah perbuatan buruk Rahwana, namun gagal.
Di museum ini ada empat gedung utama, masing-masing dua lantai. Di delapan ruang gedung yang luasnya masing-masing 400 m2 itu terdapat sekitar 40.000 koleksi, dari mulai jaman prasejarah hingga jaman setelah proklamasi kemerdekaan. Di museum ini bisa ditemui kerangka gajah purba serta sejumlah fosil, diantaranya fosil Pithecanthropus erectus (Homo erectus) dari Sangiran, fosil kerbau purba, dan banyak lagi fosil lainnya dipamerkan di Ruang Palaentologi.
Museum Ronggowarsito Semarang dibangun di tanah seluas 2 hektar. Mulai dirintis sejak 1975, namun museum ini baru diresmikan pada 5 Juli 1989. Arsiteknya adalah Ir. Totok Rusmanto dari UNDIP. Gedung A lantai 1 disebut Ruang Sejarah Alam dengan koleksi Kosmologis, Geologi dan Geografika, serta Ekologi. Sedangkan di lantai 2 terdapat ruang Palaeontologi, Palaeobotani, Paleozoologi, dan Palaeoantropologika.
Gedung B disebut Ruang Sejarah Peradaban Kebudayaan, dengan koleksi budaya Hindu, Budha, Islam, Eropa dan kraton. Gedung B lantai 2 terdapat koleksi benda purbakala dari jaman batu, jaman logam, dan peradaban Polinesia. Gedung C merupakan Ruang Sejarah Perjuangan Bangsa Dan Etnografi. Sedangkan Gedung D Museum Ronggowarsito Semarang merupakan Ruang Era Pembangunan, dan Gedung D Lantai 2 merupakan Ruang Kesenian.
Museum Ronggowarsito Semarang
Alamat : Jl Abdulrahman Saleh No 1, Semarang. Telp. (024) 7602389, Fax. (024) 7602389. Lokasi GPS : -6.985422, 110.383689, Waze. Jam Buka : Selasa - Minggu dari jam 8.00 - 15.30. Senin tutup. Harga Tiket masuk : Rp.2.000. Rujukan: Hotel di Semarang, Tempat Wisata di Semarang, Peta Wisata Semarang.Instalasi yang menggambarkan pande besi tradisional yang tengah bekerja di bengkel tempat penempaan berdinding anyaman bambu. Peniup apinya masih dioperasikan secara manual. Kini banyak pandai besi yang telah menggunakan peniup angin listrik yang lebih praktis dan hemat tenaga, meski tetap perlu orang untuk mengoperasikannya.
Lukisan yang menggambarkan beberapa jenis Dinosaurus, hewan purba yang hidup sejak jaman Trias (225 - 180 juta tahun yang lalu), jaman Jura (180 - 135 juta tahun yang lalu), dan jaman Kapur (135 - 70 juta tahun yang lalu). Di jaman Kapur itulah Dinosaurus punah begitu saja tanpa sebab pasti.
Fosil gajah purba di Museum Ronggowarsito Semarang. Fosil ini dipamerkan di tengah-tengah ruangan di ruang Geologi, lantai satu museum.
Lukisan Stegodon, gajah purba yang hidup pada masa Pliosen sampai Plestosen, dan merupakan leluhur gajah modern. Tinggi dan panjang tubuhnya diduga 1,5 kali dan 3 kali panjang gadingnya.
Fosil tanduk kerbau asal Sangiran yang diselamatkan dari lokasi ditemukannya pada tahun 1982. Sangiran merupakan daerah yang diketahui sangat kaya dengan penemuan peninggalan fosil dari jaman purba.
Sejumlah fosil yang dipamerkan di Museum Ronggowarsito Semarang. Paling kiri adalah fosil tanduk Rusa, lalu ada fosil tanduk Banteng, fosil rahang bawah Stegodon, dan fosil kaki kerbau purba.
Pemandangan pada salah satu sudut ruangan Museum Ronggowarsito, yang memamerkan gambar-gambar manusia purba yang hidup di wilayah Indonesia, terutama yang ada di daerah Sangiran.
Koleksi fosil Pithecanthropus erectus (kemudian disebut sebagai Homo erectus) yang ditemukan pada penggalian di wilayah Sangiran. Koleksi ini disimpan di Ruang Palaentologi lantai 2 Museum Ronggowarsito.
Koleksi sejumlah batuan yang disimpan di Museum Ronggowarsito. Bermacam batuan yang ditemukan di Indonesia tak lepas dari aktivitas gunung berapi yang lukisannya terlihat di sebelah kanan. Semua batuan pada mulanya berasal dari magma, yaitu benda cair, panas, pijar yang bersuhu diatas 1000°C.
Koleksi gebyog kayu jati dengan sepasang pintu utama dan dua pintu lagi masing-masing di sisi sebelah kiri dan kanan. Ukiran pada kayunya sangat detail dan indah. Membutuhkan tangan yang sangat ahli dengan citarasa tinggi untuk membuat ukiran semacam ini. Memeliharanya juga bukan perkara yang mudah.
Ukiran pada kayu jati lainnya yang sangat njlimet dan elok. Ada pohon dengan batang, dahan, dan ranting serta dedaunan dan bunganya. Lalu ada seorang wanita cantik, dan raksasa, serta seekor burung.
Relief Ramayana yang diukir dengan detail rumit pada kayu jati. Relief ini menceritakan adegan saat Dewi Shinta mengejar Kijang Kencana ke dalam hutan, dan kemudian diculik oleh Rahwana untuk dibawa ke negeri Alengka. Juga pertarungan Rahwana dan Jatayu yang mencoba mencegah perbuatan buruk Rahwana, namun gagal. Koleksi ini merupakan hibah dari Ibu Gunadi, Semarang, yang diberikan ke museum pada 1 Februari 1992.
Berbagai jenis keris juga bisa di temui di Museum Ronggowarsito Semarang. Diantaranya adalah Keris Jalak yang dipercaya mampu mengusir kekuatan jahat. Ada pula koleksi keris Luk 3, dan keris jenis Mangkunegaran, yang semuanya merupakan hibah dari orang-orang Semarang.
Keris Tilam di sebelah kiri dan Keris Luk 45 di sebelah kanan yang ada bilah besinya saja, tanpa gagang dan warangka. Keris luk 45 bentuknya seperti Meru.
Koleksi keris lainnya yang kelihatan sangat elok, serta sebuah Pedang Kayu Setigi yang dibuat dari kayu setigi yang tumbuh di Pulau Karimunjawa. Pedang Kayu Setigi berfungsi sebagai senjata dan sumber kekuatan, merupakan sumbangan warga Semarang.
Keris Naga Liman untuk senjata dan kebijakan di sebelah kiri dan Keris Tilam Upih di sebelah kanan. Keris berdapur tilam upih bertangguh majapahit itu buatan empu Djigjo. Keris Tilam Upih dipercaya memberi ketenteraman dan kesejahteraan dalam berumah tangga, pamor keleng berfungsi untuk senjata, tolak balak dan keselamatan.
Koleksi pakaian adat di Museum Ronggowarsito. Pria mengenakan ikat kepala, baju hitam dengan dalaman kaos garis merah putih. Sedangkan wanitanya memakai gelung, berkebaya, dengan kain diselampirkan pada leher.
Di Museum Ronggowarsito terdapat koleksi pakaian adat Semarang dan Kudus. Pada pria menggunakan beskap, dengan blankon model Surakarta, sedangkan keris diselipkan pada lubang beskap. Pada wanita menggunakan hiasan pada pinggang dan leher, serta telinga.
Sebuah sepeda pos tua yang biasa digunakan untuk mengantar kiriman barang juga ada di Museum Ronggowarsito. Sepeda jenis ini menjadi benda koleksi langka yang bernilai tinggi.
Koleksi Kapak Mentawai dengan bentuk gagah dan ornamen yang terlihat cantik. Kebudayaan Mentawai dikenal tua, dengan peninggalan setidaknya dari jaman neolitik. Kapak batu asahan berbentuk segi empat adalah salah satu perkakas penting di kebudayaan Mentawai masa lalu.
Bayangan wayang pada kelir yang disinari oleh blencong. Kelir biasanya dipasang di pringgitan yang merupakan peralihan dari pendopo ke bagian dalam rumah yang disebut ndalem atau gandok. Keluarga akan menonton wayang dari belakang kelir sehingga hanya akan melihat bayangan wayang yang dimainkan oleh dalang.
Koleksi sejumlah mata uang kertas Republik Indonesia dari tahun 1975 hingga sekarang. Ada pecahan 100 rupiah, 1000, 5000, 10000, 20000, 50000 dan 100000 rupiah. Undang-undang pemalsuan uang juga dipasang pada papan pamer ini.
Beberapa pengunjung tampak tengah mengamati sebuah koleksi di Musem Ronggowarsito. Di sisi sebelah kiri terlihat dokumentasi foto yang menggambarkan kegiatan terkait dengan pembangunan sosial dan budaya masyarakat.
Ruang yang menggambarkan era pembangunan fisik dan non fisik di Jawa Tengah. Di ruang ini terdapat foto, maket, benda-benda tiruan terkait pembangunan ekonomi, pendidikan, pertanian, industri, sosial budaya, politik, ideologi dan keagamaan. Sejumlah patung gubernur Jawa Tengah juga ditampilkan di ruangan ini.
Instalasi seni Barong Risang Guntur Seto asal Blora yang cukup menarik. Barongan merupakan seni pertunjukan rakyat yang ada di hampir seluruh Jawa Tengah. Di daerah Kudus ada Ason-Ason yang merupakan kreasi Sunan Kudus untuk tari topeng. Di daerah lain ada yang diiringi kuda lumping dan disebut reog. Musik pengiringnya adalah kendang, bende, serta kempul.
Instalasi berukuran penuh yang menggambarkan tokoh pewayangan bernama Arjuna, sang pemanah ulung (termasuk pemanah hati wanita), lengkap dengan para punakawannya, yaitu Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.
Instalasi yang menggambarkan pagelaran wayang kulit dalam ukuran penuh, lengkap dengan semua wayang dan peralatan pendukungnya. Ada blencong (lampu minyak kelapa), kelir, jejeran wayang lengkap, kotak penyimpan wayang, dalang, gamelan, gedebog (batang pisang) untuk menancapkan wayang, dan cempala yang biasa dipukulkan pada kotak oleh dalang sebagai perintah kepada para pemain gamelan (wiraniaga) dan sinden (waranggana).
Seperangkat gamelan lengkap di Museum Ronggowarsito Semarang. Bagi orang Jawa, bahkan perangkat gamelan pun harus dihargai dan dihormati. Tak boleh orang melangkahinya. Seorang guru yang keras akan memukul muridnya bila melakukan itu, seperti yang pernah saya alami.
Sebuah amben kayu jati kuno dengan ukiran halus pada bagian bawah dan atasnya. Amben ini selain dipakai untuk duduk-duduk dan leyeh-leyeh, juga bisa digunakan untuk tidur.
Alat tansportasi tradisional yang disebut gerobak kerangkeng dari Kudus. Gerobak ini ditarik oleh seekor kuda atau sapi. Di ruangan yang sama juga terdapat koleksi kerajinan tembaga, kerajinan menganyam bambu, serta kerajinan mengukir tulang dan kayu.
Alat transportasi tradisional di Jawa lainnya yang dikenal dengan nama Saradan, berasal dari Desa Gabah, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Alat ini dipakai untuk mengangkut kayu jati gelondongan di area hutan yang tidak bisa dimasuki oleh kendaraan beroda. Untuk menarik Saradan digunakan lembu.
Di bagian lain Museum Ronggowarsito terdapat peralatan dan lukisan dekoratif yang menggambarkan perkakas gilingan tebu tradisional dengan sapi atau kerbau sebagai tenaga penggeraknya untuk membuat gula rakyat. Di beberapa tempat masih bisa dijumpai alat penggilingan tebu ini.
Koleksi peralatan membajak sawah tradisional yang disebut luku yang ditarik kerbau atau sapi, dan ada pula pacul. Lukisan dekoratif yang menggambarkan bagaimana alat-alat ini bekerja terlihat ditempel pada dinding. Traktor kini menggantikan peran binatang untuk menarik bajak.
Instalasi pawon atau dapur tradisional dengan bahan bakar kayu yang masih bisa dijumpai di desa-desa. Alat untuk meniup api yang terbuat dari batang bambu kecil disebut semprong. Di kota kayu sudah susah diperoleh, dan kompor gas telah menjadi peralatan dapur standar di banyak rumah-rumah masa kini.
Instalasi yang menggambarkan cara tradisional untuk mengupas kulit gabah untuk mendapatkan beras. Sebuah lesung kayu berukuran besar dan panjang terlihat di bagian bawah. Lalu ada alu, kayu panjang bulat, untuk menumbuk padi agar kulit gabah terlepas. Tampah kemudian digunakan untuk memisahkan kulit gabah dengan beras.
Monumen perjuangan Komando Muria yang berada di desa Glagah, Dawe, Kudus. Dipamerkan pula berbagai jenis senjata, serta panji-panji dari Divisi IV Panembahan Senopati yang bermarkas di Surakarta, Divisi II Sunan Gunung Jati yang bermarkas di Cirebon, dan panji-panji Resimen 21 DIJ yang bermarkas di Jogjakarta serta Resimen 17 yang bermarkas di Pekalongan.
Koleksi foto-foto dokumentasi monumen perjuangan yang tersebar di beberapa kota sebagai pengingat dan penghargaan bagi jasa para pahlawan yang berjuang bagi kemerdekaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia.
Diorama yang menggambarkan demonstrasi mahasiswa pelajar dan masyarakat dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura ) yang terjadi di Kota Solo. Ada pula diorama perang gerilya dan saat kembali ke Jogjakarta, diorama pemberontakan PKI di Cepu yang terjadi pada 18 Desember 1948, diorama Palagan Ambarawa, diorama Serangan Umum yang terjadi di Jogjakarta pada 1 Maret 1949, diorama peristiwa Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, dan diorama pertempuran lima hari di Semarang.
Salah satu diorama di Museum Ronggowarsito yang menggambarkan pergolakan sosial dan politik di awal-awal kemerdekaan Indonesia.
Dipan milik Nyi Kasidem Ronosastro di Dukuh Pojok, Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Wonogiri, yang digunakan Jenderal Soedirman ketika pulang bergerilya dari Jawa Timur tahun 1949.
Keterangan seperti ini cukup membantu bagi pengunjung yang ingin lebih memahami tentang benda-benda yang menjadi koleksi museum.
Tandu yang digunakan Jenderal Soedirman semasa bergerilya, lantaran sang jenderal sakit paru-paru sehingga tidak bisa berjalan jauh.
Ketika para pemimpin politik berlindung di kraton Yogyakarta, Jenderal Soedirman dengan sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan dengan mengobarkan perang gerilya selama tujuh bulan.
Lukisan yang menggambarkan Pangeran Diponegoro dengan penasehat spiritualnya Kyai Mojo, serta Sentot Prawiradirja. Perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun, yang juga dikenal dengan nama Perang Jawa, nyaris membuat bangkrut Belanda.
Meriam berbagai ukuran yang dipajang di Museum Ronggowarsito. Ada meriam lapangan yang diletakkan di atas roda, dan ada pula meriam yang biasa dipasang pada benteng pertahanan. Di sebelah kiri terdapat koleksi sebuah jangkat besi panjang berkait lima.
Lukisan yang menggambarkan Pangeran Diponegoro dengan penasehat spiritualnya Kyai Mojo, serta Sentot Prawiradirja. Perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun, yang juga dikenal dengan nama Perang Jawa, nyaris membuat bangkrut Belanda.Meriam berbagai ukuran yang dipajang di Museum Ronggowarsito. Ada meriam lapangan yang diletakkan di atas roda, dan ada pula meriam yang biasa dipasang pada benteng pertahanan. Di sebelah kiri terdapat koleksi sebuah jangkat besi panjang berkait lima.
Meriam berbagai ukuran yang dipajang di Museum Ronggowarsito. Ada meriam lapangan yang diletakkan di atas roda, dan ada pula meriam yang biasa dipasang pada benteng pertahanan. Di sebelah kiri terdapat koleksi sebuah jangkat besi panjang berkait lima.
Sebuah sudut di Museum Ronggowarsito yang menggambarkan gapura paduraksa terbuat dari bata merah dari jaman Majapahit, dan arca Buddha yang ada di Candi Borobudur.
Arca Buddha Wairocana di Candi Borobudur dengan posisi Dharmachakra Mudra, yaitu sikap tangan pemutaran roda dharma. Arca ini biasanya berada pada posisi tengah arah mata angin.
Patung dada Ronggowarsito, seorang pujangga Jawa yang lahir pada 1802 dengan nama Bagus Burhan. Pada tahun 1819 Raja Surakarta mengangkat Bagus Burhan menjadi Abdi dalem dengan gelar Ronggo Pujonggo Anom, lalu naik pangkat menjadi Mas Ngabei Sorotoko pada 1822, dan mendapat gelar Raden Mas Ngabei Ronggowarsito pada 1825. Diantara karyanya adalah Pustakaraja, Ajipamasa, serat Jokolodang, dan serat Jayabaya.
Patung dada Ronggowarsito dengan prasasti berisi Serat Kalatidha bait kedua dan bait ketujuh, yaitu karya sastra dalam bahasa Jawa karangan Raden Ngabehi Ronggowarsito yang berbentuk tembang macapat. Karya ini ditulis sekitar tahun 1860 M. Potongan bait kedua berbunyi "Patung kstaria dengan senjata panah, tampaknya adalah Harjuna atau Arjuna, yang mengendarai kereta berbentuk burung Garuda yang ditarik oleh empat ekor kuda.". Sedangkan bait ketujuh tentang jaman edan sudah disebutkan pada awal tulisan.
Patung kstaria dengan senjata panah, tampaknya adalah Harjuna atau Arjuna, yang mengendarai kereta berbentuk burung Garuda yang ditarik oleh empat ekor kuda.
Pemandangan yang memperlihatkan keseluruhan kereta dan keempat ekor kuda pada posisi tengah berlari yang memiliki warna bulu badan berbeda-beda. Patung ini berada di halaman sebelah kiri Museum Ronggowarsito. Dalam Perang Bharatayudha, Kresna menjadi sais Arjuna dalam perang tanding melawan Adipati Karna dengan Salya sebagai saisnya. Senjata pamungkas Karna, panah Kunta, telah digunakan membunuh Gatotkaca. Karna yang terkena kutukan gurunya, Parasurama, sehingga lupa rapalan mantranya, akhirnya tewas oleh panah Pasopati, senjata pamungkas Arjuna pemberian Batara Guru saat ia melakukan tapabrata pada lakon Arjunawiwaha.
Diubah: Desember 17, 2024.
Label: Jawa Tengah, Museum, Semarang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.